Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Gerindra, Rahmat Muhajirin, tidak mempermasalahkan Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membuka opsi penunjukan perwira TNI dan Polri sebagai penjabat (Pj) kepala daerah menjelang Pilkada Serentak 2024.
Menyusul adanya polemik di masyarakat yang menilai opsi tersebut tidak bisa diterapkan dalam peralihan kepemimpinan jelang Pilkada Serentak 2024. Sebab, dalam Pasal 201 ayat 9-11 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyatakan penjabat gubernur, bupati, dan wali kota berasal dari kalangan aparatus sipil negara (ASN). Sementara TNI/Polri bukan ASN, sehingga nantinya dapat memunculkan atau menghidupkan kembali dwi fungsi TNI.
Rahmat Muhajirin tidak mempermasalahan polemik tersebut karena cita-cita reformasi yang awal mulanya mengevaluasi dwi fungsi ABRI/Polri untuk memberantas KKN yang sudah berjalan selama 23 tahun ini belum tercapai. Penyebabnya, ungkap dia, tidak adanya komitmen dan kedisiplinan. Sementara saat ini, lanjut dia, yang dibutuhkan untuk bangsa dan negara ini adalah komitmen dan kedisiplinan.
Purnawirawan TNI AL ini melihat jiwa kedisiplinan dan komitmen itu ada di para perwira TNI/Polri. Sebab itu, tegas dia, tidak ada salahnya memberikan kesempatan kembali kepada perwira TNI/Polri untuk menduduki jabatan strategis berbakti untuk nusa dan bangsa ini.
“Sekarang apa salahnya setelah 23 tahun reformasi, dibutuhkan lagi pejabat-pejabat yang mempunyai disiplin atau yang punya komitmen. Dan ini saya lihat ada di TNI/Polri. Tidak ada salahnya kita coba untuk mendudukan mereka sebagai Plt atau Pj Kepala Daerah sementara,” kata Rahmat Muhajirin saat dihubungi, Senin (27/9/2021).
Apabila nantinya perwira TNI/Polri jadi Pj Kepala Daerah selama 1 sampai 2 tahun seperti yang diatur dalam UU Pilkada ada perubahan yang lebih baik, kata Rahmat Muhajirin, berarti ada yang salah dari cita-cita reformasi yang sudah berjalan selama 23 tahun.
“Jadi cobalah kita kasih kesempatan lagi TNI/Polri untuk berbakti untuk nusa dan bangsa melalui jabatan strategis walaupun sementara seperti itu,” tegasnya.
“Menuju kebaikan tidak, karena selama 23 tahun kita sudah merasakan sendiri, adanya cita-cita terhadap reformasi yang di letakan 98 itu tercapai tidak,” tambah legislator asal Jawa Timur ini.
Dalam perjalanan pilkada, kejadian aparat aktif jadi penjabat kepala daerah bukan kali pertama. Pada 2018, ada dua jenderal polisi aktif yang ditunjuk sebagai penjabat daerah, yaitu: Komjen (purn) M. Iriawan dan Irjen (purn) Martuani Sormin.
Iriawan yang waktu itu masih Asisten Operasi Kapolri menjabat sebagai Plt. Gubernur Jawa Barat, sementara Martuani didapuk sebagai Plt. Gubernur Sumatera Utara. Bila ditarik ke belakang, ada nama Carlo Brix Teewu yang menjadi Pjs Gubernur Sulawesi Barat pada Desember 2016-Januari 2017.
Di tubuh TNI, ada Mayjen Soedarmo yang pernah menjadi Plt. Gubernur Aceh sejak Oktober 2016. Karier militer terakhir Soedarmo adalah staf ahli bidang ideologi dan politik Badan Intelijen Negara (BIN). Ia lantas melakukan alih status sebagai ASN pada 2016 dengan menjadi Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Lalu, ada Mayjen TNI Achmad Tanribali Lamo. Tanribali dilantik mendagri sebagai Penjabat Gubernur Sulsel pada 19 Januari 2008. Sehari sebelumnya, Tanribali diklaim sudah lepas jabatan di TNI dan menduduki kursi Staf Ahli Mendagri yang notabene setara eselon I.
Pada periode 2022-2024, akan ada ratusan posisi kepala daerah yang akan kosong. Sebagai catatan, sekitar 7 provinsi, 18 kota dan 76 kabupaten menjalankan pilkada 2017 dengan masa jabatan pejabat rerata habis pada 2022.
Sementara itu, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten yang akan menyelenggarakan pilkada di 2018. Jika ditotal, maka ada 272 daerah yang menjalankan Pilkada 2024 dan akan ditunjuk penjabat daerah. Artinya, peluang pemerintah menunjuk polisi dan tentara aktif sebagai penjabat kepala daerah sangat besar.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membuka opsi penunjukan perwira tinggi TNI dan Polri sebagai Pj kepala daerah dalam peralihan kepemimpinan jelang Pilkada Serentak 2024.
Jika merujuk pada UU Pilkada, kekosongan jabatan itu akan diisi oleh penjabat kepala daerah. Dalam pasal 201 ayat 9-11 UU Pilkada, jabatan gubernur akan diisi oleh penjabat yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur. Sedangkan posisi bupati dan wali kota akan diisi oleh penjabat pimpinan tinggi pratama.
(Bie)