Oleh: Martin da Silva, Pr (Pengajar di SMAK Seminari Mario John Boen Pangkalpinang)
PADA penghujung tahun 2021 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis informasi tentang indeks kebahagiaan masyarakat yang tersebar di seluruh provinsi.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) berada di rangking ke-14 dari 34 provinsi di Indonesia. Artinya, Provinsi Babel ini masuk dalam nominal 15 provinsi yang memiliki indeks kebahagiaan tinggi.
Ada tiga dimensi dalam indeks kebahagiaan yang diteliti, yaitu kepuasaan hidup (life satisfaction), perasaan (affect), dan makna hidup (eudaimonia). Survei indeks kebahagiaan ini dilakukan per tiga tahun.
Hasil riset menunjukan bahwa di tahun 2021, indeks kebahagian masyarakat Babel mencapai 73,25. Indeks kebahagian ini, diteliti, dianalisis dan dikaji dari tahun 2017 lalu.
Penulis dalam opini ini mencoba menggali dan menyoroti indeks kebahagiaan berkaitan dengan kepuasan hidup (life satisfaction). Sebab, salah satu indikator dimensi kepuasan hidup adalah kepuasan terhadap pendidikan dan keterampilan. Hasil riset ini perlu ditelaah karena secara kasat mata masih banyak anak-anak di Babel belum menikmati sekolah yang bermutu, fasilitas sekolah terbatas dan Drop Out selama dilanda Covid-19.
Penulis mencoba menyandingkan indeks kebahagiaan masyarakat dengan kondisi real pendidikan di Babel.
Kondisi Pendidikan
Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Babel, Prof Bustami Rahman dikutip dari Bangka Pos (Rabu, 22 Januari 2020) mengungkapkan, ada empat persoalan pendidikan di Provinsi Bangka Belitung.
Pertama, masalah mutu. Persoalan ini mencuat karena tenaga guru tidak cukup. Khususnya, sekolah-sekolah yang ada di pedalaman Babel. Persoalan ini cukup mengkhawatirkan karena sosok guru sangat dibutuhkan sebagai fasilitator, motivator, mentor, coaching dan role model bagi anak-anak. Persoalan ini tidak mencuat di media karena masih banyak orang yang mengukur kualitas sekolah hanya di seputaran Kota Pangkalpinang tanpa melihat sekolah-sekolah di luar ibu kota Provinsi.
Kedua, ketersediaan infrastruktur sekolah terbatas. Hal ini karena dana pendidikan berasal dari APBD dan APBN yang masih tergolong kecil. Keterbatasan ini berpengaruh kuat pada mutu sekolah. Mimpi yang luar biasa dari pendidik dan tenaga kependidikan untuk mengembangkan sekolah dipatahkan keterbatasan fasilitas sekolah. Pendidik dituntut kreatif dan inovatif tapi kesejahteraan diabaikan karena keterbatasan dana. Fenomena yang serba membingungkan dan absurd.
Ketiga, keterjangkauan sekolah. Masih banyak anak sekolah yang tempat tinggal jauh dari sekolah. Kondisi ini memberi kesempatan pada anak-anak melakukan tindak amoral dan indisipliner. Akibatnya, banyak anak yang minat dan motivasi belajarnya rendah dan kerdil. Hadir di ruang kelas, merasa sudah cukup.
Keempat, angka partisipasi kasar orang tua masih rendah. Masih banyak orang tua yang tidak mengajak anak-anaknya untuk sekolah setinggi-tingginya padahal pemerintah telah menyediakan bantuan dan beasiswa. Kesadaran akan kebutuhan sekolah masih rendah mungkin dipengaruhi ketersediaan sumber alam yang masih mudah diperoleh. Orang tua jatuh pada sikap cepat puas dan kurang menghargai proses untuk menjadi sukses dalam belajar.
Persoalan lain yang patut kita ketahui adalah model pembelajaran daring sekolah-sekolah di Babel selama dilanda Covid-19. Pembelajaran daring selama tahun 2019-2021 turut memberi dampak yang mengkuatirkan pendidikan di pulau timah ini.
Data yang dipaparkan Dinas Pendidikan Bangka Belitung menjelaskan bahwa sejak tahun 2019 hingga 2021 sebanyak 2. 348 siswa dari total 112.000 siswa tingkat SMA/SMK di Bangka Belitung Drop Out (Bangka Pos, 4 Juni 2021). Sebanyak 450 siswa yang Drop Out diantaranya karena kasus pernikahan dini didahului oleh kehamilan yang tidak direncanakan. Data ini tentu belum termasuk siswa yang sekolah di PAUD, SD, dan SMP.
Kondisi pendidikan lain yang perlu diketahui di tahun 2021 Provinsi Babel belum masuk dalam sepuluh daerah dengan tingkat literasi digital tertinggi di Indonesia berdasarkan riset Kominfo secara tatap muka pada 34 Provinsi. Tingkat literasi Babel bahkan di bawah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang indeks kebahagian tahun 2021 jauh di bawah Babel.
Mencermati kondisi real pendidikan provinsi Babel tersebut, pertanyaan yang boleh diajukan apakah masyarakat Babel sungguh-sungguh bahagia? Apakah kebahagian itu sejati? Atau, kebahagiaan itu semu atau sesaat?
Apakah Masyarakat Bahagia?
Sebagai masyarakat Babel tentu kita bersyukur dan patut memberi apresiasi bahwa indeks kebahagiaan provinsi Babel mengalami peningkatan signifikan pada tiga tahun terakhir. Pada tahun 2014, indeks kebahagiaan masyarakat 68,45, tahun 2017 meningkat menjadi 75,75 dan tahun 2021 menjadi 73,25.
Pertanyaannya, apakah masyarakat sungguh bahagia? Pertanyaan ini mudah dijawab, bila kita menengok ke kedalaman diri kita dengan sesama di sekitar kita. Apakah kita dan sesama hidup dalam keadaan atau perasaan senang dan tentram (bebas dari segala yang menyusahkan) sebagaimana makna bahagia diartikan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Penulis mengamati masih banyak masyarakat yang hidup dalam kesusahan, khususnya dalam pendidikan.
Bila demikian, apakah pendidikan dan keterampilan tidak memberi sumbangsih kepada kebahagiaan masyarakat Babel? Tentu cukup memberi kebahagiaan pada masyarakat Babel melalui kebijakan-kebijakan pemerintah. Setiap tahun Pemerintah Provinsi Babel melalui SKPD Dinas Pendidikan Provinsi Babel memberikan beasiswa bagi siswa dan mahasiswa berprestasi dalam bidang akademik. Tentu masih banyak lagi kebijakan lain yang memberi keuntungan dan kesejahteraan bagi anak-anak, orang tua, para guru, dan sekolah. Bisa kita lihat berbagai bantuan yang diberikan pada pemerintah pada sekolah dan anak-anak yang tidak memiliki paket data dan fasilitas belajar daring.
Kita harus melihat secara seimbang dan jujur bahwa kepuasan dalam bidang pendidikan cukup memberi indeks kebahagiaan masyarakat Babel. Barangkali pendapat saya ini tidak berlebihan karena data memperlihatkan bahwa dari tahun 2019 sampai 2021 pendidikan di Babel mengalami tantangan dan persoalan cukup pelik. Mutu sekolah yang masih rendah, infrastruktur sekolah tidak merata, keterjangkauan sekolah membuat siswa kesulitan dan orang tua kurang memberi dukungan ke anak-anaknya. Apalagi terhitung dari tahun 2019-2021 sebanyak 2. 348 siswa yang Drop Out karena hamil di luar nikah. Mereka tidak melanjutkan sekolah dan memilih hidup berkeluarga. Ini memprihatinkan, memilukan, dan merendahkan martabat sekolah. Sekolah bukan mempromosikan humanisasi melainkan dehumanisasi.
Barangkali indeks kebahagiaan masyarakat Babel lebih didongkrak dari indikator-indikator lain; semisal kepuasaan masyarakat akan pekerjaan/ usaha, kepuasaan terhadap lingkungan sosial, kepuasaan terhadap rumah dan fasilitas rumah, kepuasaan terhadap keamanan, kepuasaan terhadap hubungan sosial di lingkungan, dan kepuasaan terhadap keadaan lingkungan. Sepertinya indikator-indikator tersebut memiliki sumbangsih yang besar pada indeks kebahagiaan di Babel.
Bagaimana Indeks Kebahagiaan 2023?
Kita wajib menyadari bahwa pendidikan di Babel menghadapi tantangan yang cukup menguras energi di tahun 2021-2023. Pertama, persoalan covid-19 masih menjadi momok bagi pendidikan di Babel. Kebijakan-kebijakan yang diberikan dinas pendidikan berkaitan dengan pembelajaran daring dan luring hendaknya sesuai dengan kondisi, profil dan kebutuhan anak-anak di sekolah. Jangan sampai kebijakan yang diberikan hanya membelenggu dan menekan anak-anak. Kedua, untuk pemulihan pembelajaran yang selama ini dilanda Covid-19 terjadi learning loss dan learning crisis, pemerintah menganjurkan mengimplementasi tiga kurikulum, yaitu kurikulum 2013 secara penuh, kurikulum darurat, dan kurikulum merdeka.
Khususnya, kurikulum merdeka, tidak semua sekolah dengan mudah mengimplementasikannya kecuali sekolah-sekolah yang telah masuk dalam program sekolah penggerak. Situasi ini tentu sangat mempengaruhi tingkat kepuasan masyarakat pada pendidikan di Babel. Ada sekolah yang sudah maju lima langkah tapi ada yang melangkah pun ragu menerapkan kurikulum merdeka. Apalagi sosialisasi kurikulum merdeka ini, masyarakat Babel masih dihantui Covid-19. Masyarakat masih takut dan trauma dengan Covid-19. Tentu tidak mudah mereka merasakan kepuasan dalam bidang pendidikan dan bidang hidup yang lain.
Ketiga, mendirikan sekolah baru. Pemprov Babel tahun 2022 ini mulai berangsur membangun lima sekolah menengah atas (SMA) di beberapa wilayah meliputi; wilayah Sungailiat, Kab. Bangka, Simpang Katis, Kab. Bangka Tengah, Jeriji Kab. Bangka Selatan, dan Membalong, Kab. Belitung (Bangka Pos, 6 Oktober 2021). Kehadiran lima sekolah ini bisa menjadi solusi atas persoalan keterjangkauan anak-anak dengan sekolah. Orang tua perlu diberi motivasi agar memberi dukungan yang penuh kepada anaknya sekolah. Kehadiran lima sekolah itu juga menjadi bukti keseriusan pemerintah Babel untuk meningkatkan mutu pendidikan di tengah dana pendidikan diambil dari APBD dan APBN kecil. Kehadiran sekolah-sekolah baru itu juga, mendorong sekolah-sekolah sederajat untuk bersaing secara sehat dalam mendesain pembelajaran dan meningkatkan mutu sekolah. Kiranya kehadiran lima sekolah pada tahun ini memberi kontribusi kepuasan masyarakat terhadap pendidikan dan keterampilan di Babel.
Patut Apresiasi
Indeks kebahagian masyarakat Babel tahun 2021 sebesar 73,25 patut diapresiasi meskipun bisa ditinjau dan didalami lagi metode riset yang dipakai peneliti. Hanya saja perlu diteliti dan ditelaah secara jujur dan seimbang masing-masing indikator dalam dimensi kepuasan hidup di Provinsi Babel. Agar benar-benar menunjukan tingkat kebahagiaan masyarakat Babel berkaitan dengan kepuasan terhadap pendidikan dan keterampilan. Karena kita tidak menutup mata, masih ada sekolah-sekolah yang memiliki fasilitas terbatas, masih ada anak-anak yang putus sekolah dan belum mengenyam pendidikan yang layak.
Apakah masyarakat Babel bahagia? Tengoklah ke kedalaman diri dan orang-orang di sekitar Anda. Bagaimana indeks kebahagian Babel tahun 2023? Semoga Babel kembali mengalami peningkatan indeks kebahagiaan.