Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat, Santoso, menyatakan keputusan Pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, mencederai hati nurani rakyat dan bertentangan dengan tujuan negara dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Kenaikan ini jelas mencederai nurani rakyat dan memperlihatkan bahwa pemerintah mengingkari tujuan bernegara UUD 1945 yang jelas digariskan pada Pembukaan UUD 45,” ujar Santoso kepada wartawan, Sabtu (3/9/2022).
Pada Pembukaan UUD 45 di alinea ke-4 termaktub bahwa negara bertujuan untuk melindungi tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum.
Menurut Santoso, jika keputusan yang dibuat dengan dalih dalam rangka kesehatan fiskal serta APBN, sementara pemerintah tidak memperhatikan dampak kesulitan hidup yang dihadapi rakyat setelahnya, maka kenaikan BBM layak dicabut.
“Rakyat sudah menderita dengan keadaan sulit akibat pandemi Covid-19 selama lebih dari 2 tahun ini. Jangan tambah beban serta penderitaan mereka, kalau bukan pemerintah siapa lagi yang akan menyelamatkan rakyat dari kemiskinan dan keterbelakangan oleh himpitan ekonomi,” jelasnya.
“Untuk apa ada pemerintah jika kesulitan rakyat bukan diatasi tapi malah makin ditekan,” sambungnya.
Ada banyak cara sebenarnya yang dapat dilakukan pemerintah untuk membiayai BBM bersubsidi, salah satunya dengan melakukan efisiensi belanja di berbagai sektor termasuk pengurangan fasilitas untuk para pejabat negara yang jumlahnya bisa mencapai ratusan triliun dalam setahun.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini meminta agar pemerintah menghapus semua program yang bersifat seremonial karena hanya pemborosan dan tidak berdampak bagi rakyat.
“Jika ada ajakan agar gaji dan tunjangannya dipotong untuk membantu rakyat agar BBM tidak naik, saya akan jadi pendaftar pertama yang akan melakukan itu,” kata legislator asal DKI Jakarta ini.
Diketahui, pemerintah telah memutuskan kenaikan harga BBM mulai berlaku hari ini, Sabtu (3/9/2022), pukul 14.30 WIB. Penyesuaian harga BBM subsidi, antara lain, Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, kemudian Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, Pertamax nonsubsidi dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter.
(Bie)