Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Supriansa, meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengabaikan kasus-kasus pencucian yang nominalnya kecil atau kelas teri, melainkan harus mengutamakan mengejar kasus aliran dana pencucian yang nominalnya besar atau kelas kakap.
Pasalnya, kata Supriansa, PPATK lahir karena adanya anggapan banyak terjadi pencucian uang dari luar yang dilakukan oleh orang yang bermain-main dibidang tertentu yang mesti dipertanggungjawabkan keuanganya. Misalnya, aliran dana mafia tambang, mafia judi, mafia proyek-proyek negara, yang menjadi target pencucian uang yang besar-besar.
“Kalau hanya menyesar notaris-notaris kecil itu, menurut saya jangan lari kesitu dulu. Karena yang dihadirkan PPATK ini untuk mencari yang sangat besar. Jangan sampai yang besar ini lepas, yang kecil-kecil ikan terinya didapat,” kata Supriansa dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Kepala PPATK di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/9/2022).
Menurut Supriansa, apabila PPATK gagal mengungkap kasus aliran dana pencucian uang yang besar-besar, maka gagal pula dari tujuan dibentuknya Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dalam mengembalikan kerugian negara.
“Oleh karena itu, gagal lah UU ini hadir pada 2010. Oleh karena itu, kalau biasa Kepala PPATK untuk dikejar yang besar-besar, abaikan yang kelas terinya,” tegas anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini.
Supriansa pun menyarankan kasus-kasus pencucian uang yang nominalnya kecil itu dikejar oleh pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) kelas Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Kepolisian di tingkat Polres. Namun, PPATK itu membantu memberikan bocoran kasus pencuciannya uangnya.
“Biarkan dia dikejar Kejaksaan kelas Kejari, Kepolisian di Polres, berikan bocoran kepada mereka,” ujarnya.
Sebab itu juga, Politisi Partai Golkar ini mendukung dan menyetujui pengajuan anggaran PPATK untuk 2023 sebesar Rp292 miliar. (Bie)