Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VI DPR Fraksi Partai Gerindra, Hendrik Lewerissa, menyatakan kebutuhan gas di Indonesia bermasalah dengan alasan klasik yang digunakan pemerintah karena terbatasnya kapasitas produksi.
Menurut Hendrik, alasan Pemerintah tersebut paradoks sekali dengan kondisi gas yang berlimpah di Indonesia. Alhasil, pemerintah bergantung pada impor gas untuk memenuhi kebutuhan gas yang bermasalah di Indonesia.
“Kenapa ini tidak diselesaikan? Kenapa kita harus bergantung pada impor? LPG saja 74 persen kita impor pak. Ini paradoks sekali,” kata Hendrik Lewerissa dalam rapat kerja Komisi VI DPR dengan Wakil Menteri BUMN I, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/12/2022).
Hendrik bisa menerima alasan pemerintah soal impor gas tersebut apabila bumi Indonesia tidak mengandung gas.
“Kenapa kita tidak memulai untuk secara sistematis kita lepas dari ketergantungan impor,” ujar Hendrik menegaskan.
Sebab itu, Hendrik meminta apabila rencana Initial Public Offering (IPO) atau kondisi ketika emiten menjual sebagian sahamnya pada publik atau masyarakat umum di PT Pertamina Geothermal Energy tbk, PT Pertamina Hulu Energi, Palm Co dan PT Pupuk Kalimantan Timur berhasil di 2023, maka Indonesia tidak perlu lagi bergantung pada impor gas.
“Kalau IPO ini berhasil dan BUMN ini memiliki dana yang signifikan, lakukan langkah-langkah sehingga kita tidak tergantung pada impor. Sehingga bisa memastikan, pupuk tidak bermasalah dari sisi gas, sehingga ketahanan pangan bisa direalisasikan,” katanya.
Legislator asal Maluku ini mengambil contoh potensi gas terbesar di Blok Masela Maluku, yang kini tidak tahu kapan bisa berjalan. Sebab, Shell Upstream Overseas Services Limited (Shell) keluar dari pengelolaan blok migas tersebut pada 2021.
Namun, lanjut Hendrik, Dirut Pertamina dalam rapat dengan Komisi VI DPR beberapa waktu lalu memastikan Pertamina berminat untuk menggantikan posisi Shell dalam konsorsium impact tersebut, sehingga pengembangan Blok Masela bisa dilakukan.
Sebab itu, Hendrik mempertanyakan dari pandangan Kementerian BUMN apakah Pertamina layak dari segi finansial untuk menggantikan posisi Shell.
“Sehingga saya bisa menjelaskan kepada konstituen saya secara benar. Jangan sampai kita menghibur mereka dengan bahasa-bahasa yang enak ditelinga, tetapi itu ternyata tidak terealisasi karena sebenarnya tidak siap,” tegas Hendrik.
(Bie)