Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Demokrat, Mohamad Muraz, menyatakan peserta Pemilu diperbolehkan melakukan money politic atau politik uang pada masa kampanye. Pasalnya, hal itu tidak diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
Yang diatur dalam UU Pemilu, ungkap Muraz, money politic hanya dilarang pada saat pemungutan suara Pemilu. Hal itu seperti yang tercantum dalam Pasal 515 yang menyebutkan “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta.”
“Jadi itu (money politic-red) saat pemungutan suara dalam UU ini. Tapi yang sering terjadi kan orang dianggap pada saat kampanye yang namanya calon nggak memberikan itu diminta oleh masyarakat. Nah, ini bagaimana? Kalau tidak memberi, ya diminta transportnya dan itu diklarifikasi money politic, kasian calon,” kata Muraz dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan Kemendagri, KPU, Bawaslu, DKPP, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/1/2023).
Sebab itu, mantan Wali Kota Sukabumi ini meminta KPU atau Bawaslu membuat aturan yang tegas dan jelas terkait money politic tersebut nantinya pada Pemilu serentak 2024.
“Jadi harus ada ketegasan diaturan Bawaslu atau KPU harus ada yang lebih rinci. Sebab kalau kembali pada UU begitu tidak ada money politik disini (masa kampanye-red), karena pada saat pemungutan suara,” pungkasnya.
(Bie)