Jakarta, JurnalBabel.com – Ketentuan masa jabatan kepala desa (kades) selama 6 tahun untuk tiga periode yang diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, saat ini sedang di judicial review uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Selain itu, para kades belum lama ini melakukan demo di depan Gedung DPR RI menuntut agar UU Desa segera direvisi untuk mengatur masa jabatan kades menjadi 9 tahun untuk tiga periode.
DPR RI bersama pemerintah pun sudah memasukan usulan revisi UU Desa ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2019-2024, namun belum masuk dalam prolegnas prioritas di 2023. Pasalnya, pemerintah masih beranggapan revisi UU Desa belum prioritas.
Anggota Komisi II DPR, Ongku Parmonangan Hasibuan, mengatakan hingga saat ini belum ada kajian ilmiah terkait masa jabatan ideal untuk kades, sehingga perlu dipelajari lebih seksama. Namun ia menilai pengaturan dan pembatasan masa jabatan itu merupakan salah satu ciri demokrasi.
“Kalau terlalu lama tentu tidak baik, terlalu pendek juga tentu ada kekurangannya. Jadi sebaiknya ada kajian ilmiah dulu sebelum kita menyatakan bagaimana yang terbaik,” kata Ongku Hasibuan.
Disatu sisi, Ongku berpendapat yang lebih penting saat ini bukan soal berapa lama masa jabatan kades, namun bagaimana agar pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di desa itu berjalan efektif dan baik. Dimana, agar kades dan perangkatnya bisa menjalankan pemerintahan di desa dengan lancar serta pemanfaatan dana desa untuk pembangunan di desa bisa efektif.
“Fleksibilitas pemanfaatan dana desa perlu berdasarkan musyawarah pembangunan di desa. Jangan terlalu dipatok dan diatur secara rigid dari pusat atau dari Kabupaten/Kota. Masing-masing desa kan unik ya, punya masalah dan tantangan yang berbeda beda, maka kalau penggunaan dana desa yang dimaksudkan untuk percepatan pembangunan di desa terlalu rigid diaturnya, itu yang membuat para kades kesulitan,” ungkapnya.
Mantan Bupati Tapanuli Selatan ini juga mendukung agar para Kades diberi ruang yang lebih fkeksibel dalam mengelola dana desa sesuai dengan permasalahan utama yang dihadapi di desa masing-masing berdasarkan hasil musyawarah pembangunan di desa.
“Dan ini merupakan salah satu yang harus diperjuangkan dalam revisi UU Desa,” ujar Ongku dalam keterangannya kepada jurnalbabel.com, Sabtu (11/2/2023).
Ongku juga mendukung agar ada kepastian bagi Aparat/Perangkat Desa, baik terkait masa bhakti, status dan jaminan penghasilan mereka. Sebagaimana disampaikan perwakilan Persatuan Perangkat Desa yang sempat beraudiensi dengan Komisi II bahwa adanya kesewenangan dalam pemberhentian mereka membuat kerisauan bagi perangkat desa.
“Hal-hal menyangkut perangkat desa ini perlu diatur kembali dan dimasukkan di dalam UU Desa. Ini juga merupakan hal penting menurut kami yang perlu diperjuangkan dalam revisi UU Desa,” pungkas politisi Partai Demokrat ini.
(Bie)