Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Adde Rosi Khoerunnisa mendesak pemuda yang jual dua siswi SMP menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) agar dihukum berat.
Pemuda yang diduga menjadikan siswi SMP menjadi PSK, yakni BC dan AI warga Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang.
Sementara korban siswi SMP berinisial KS (13) dan NA (14) mengalami trauma karena merasa ketakutan selalu dihubungi pelaku untuk menjadi PSK.
Pelaku yang secara intens menghubungi korban menjadi PSK, yaitu BC yang sebelumnya sudah mencekoki kedua siswi dengan miras dan kemudian menidurinya. Peran BC ini selaku mucikari yang turut serta meniduri korban di saat dalam kondisi mabuk karena pengaruh miras.
Politisi Partai Golkar ini turut prihatin atas kembali terulangnya kasus kekerasan seksual terhadap anak.
“Meminta pelaku diproses sesuai Undang-Undang yang berlaku. Dan kalau bersalah dihukum berat,” kata Adde Rosi kepada wartawam, Minggu (18/6/2023).
Adde berharap, pelaku mendapatkan hukuman setimpal. Apalagi korbannya anak-anak di bawah umur.
“Maka jangan dibuka peluang untuk Restorative Justice. Jadi jangan sampai hak korban untuk mendapatkan keadilan direnggut dengan adanya RJ,” tegasnya.
Adde mengungkapkan, Komisi III DPR RI juga tengah memperjuangkan penambahan anggaran kepada pemerintah yang menjadi mitra Komisi III.
Penambahan anggaran ini bertujuan menyebarluaskan informasi terkait Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual kepada masyarakat serta memberikan pemenuhan layanan kepada korban kekerasan seksual.
“Kami berharap bahwa untuk preventif pencegahan tindak kekerasan seksual maka anggaran sosialisasi Undang-Undang TPKS maupun KUHP ini ditingkatkan. Di setiap mitra Komisi III,” katanya.
Usulan peningkatan anggaran telah disampaikan dalam rapat pembahasan Anggaran Tahun 2024. Tujuannya agar setiap mitra kerja Komisi III dapat secara masif menyosialisasikan Undang-Undang TPKS yang baru saja disahkan di tahun 2023 ini.
“Karena kami khawatir Undang-Undang ini belum tersosialisasikan secara baik. Sehingga masyarakat tidak tahu isi dari Undang-Undang,” katanya.
Termasuk belum mengetahui sanksi bagi pelaku TPKS yang ada di Undang-Undang tersebut seperti apa. Sehingga membuat mereka leluasa melakukan tindak pidana kejahatan.
“Karena kami khawatir Undang-Undang ini belum tersosialisasikan secara baik. Sehingga masyarakat tidak tahu isi dari Undang-Undang,” katanya.
Termasuk belum mengetahui sanksi bagi pelaku TPKS yang ada di Undang-Undang tersebut seperti apa. Sehingga membuat mereka leluasa melakukan tindak pidana kejahatan.
Misalnya saja kepada Komnas Perempuan. Komnas perempuan ini kan punya jejaring dengan seluruh kemitraan organisasi di daerah.
“Bagaimana mereka bisa memberikan pelayanan yang baik kalau anggaran terbatas. Saya berharap anggaran kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak untuk bisa ditingkatkan termasuk sosialisasi TPKS,” pungkasnya.
(Bie)