Jakarta, JurnalBabel.com – Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (F-Gerindra) MPR mengadakan Diskusi Publik Akademik dengan tema “Mengembalikan MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara: Kemajuan atau Kemunduran dalam Demokrasi?”.
Anggota MPR/DPR yang jadi pembicara yakni Sekretaris F-Gerindra MPR Elnino M Husein Mohi, Sodik Mudjahid, Katherine Oendoen, dan Bahtra Banong. Turut menghadirkan dua pakar yakni Fuad Bawazier dan Martin Hutabarat.
Menurut Elnino Mohi, penguatan kembali MPR pertama kali disuarakan oleh DPD. Berangkat dari ketimpangan wewenang yang ada antara DPR dengan DPD. Mayoritas anggota DPR menolak penyetaraan wewenang DPR dengan DPD karena dapat meningkatkan kompleksitas dalam pengambilan keputusan dan pembuatan undang-undang. Akhirnya, usulan yang relatif disetujui adalah penguatan MPR.
Elnino menekankan pengembalian MPR menjadi lembaga tertinggi, merupakan cara untuk efisiensi waktu dalam pengambilan suatu keputusan.
“Dengan demikian, anggota DPR dan DPD yang tergabung dalam MPR dapat turut serta dalam pengambilan keputusan. MPR kembali dapat membuat ketetapan dalam bentuk TAP MPR-RI yang dapat digunakan sebagai rujukan dalam pembuatan undang-undang selain dari UUD 1945,” kata Elnino seperti dilansir dari akun resmi instagram fraksipartaigerindra, Rabu (13/9/2023).
Martin Hutabarat juga memberikan pendapatnya mengenai isu ini. “Kita harus memperjelas maksud dari mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Lembaga tertinggi negara seperti apa dan bagaimana yang diinginkan saat ini. Lembaga tertinggi negara yang sesuai dengan UUD 1945 atau yang tidak sesuai dengan UUD 1945,” ujarnya.
Tentu, menurut Martin, semua harus mengevaluasi isu ini, menyerap aspirasi rakyat, dan kemudian membuat kajiannya untuk dapat mengetahui untung dan ruginya jika MPR kembali menjadi lembaga tertinggi.
Di kesempatan yang sama, Sodik Mudjahid menjelaskan bahwa euforia demokrasi di Indonesia berlangsung sangat masif dan cepat pasca reformasi. Menurutnya, demokrasi di Indonesia sudah cenderung mengarah ke demokrasi liberal.
“Seharusnya, kita tetap berpegang pada Pancasila, dari mulai ekonomi dan juga politiknya yang berlandaskan pada musyawarah. Pada intinya, kita harus mengevaluasi sistem yang ada saat ini,” katanya.
(Bie)