Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi VII DPR, Sartono Hutomo, mendesak Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) segera disahkan menjadi UU.
Menurutnya, hal tersebut untuk mengatasi kendala dalam meningkatkan lifting Migas atau minyak hasil produksi yang telah diolah dan siap untuk digunakan di tanah air agar adanya kepastian hukum.
Begitu juga untuk memangkas proses birokrasi perizinan serta kewenangan kementerian/lembaga yang menangani masalah Migas. Pasalnya, lanjut Sartono, hal itu berakibat pada proyek prioritas pemerintah di sektor Migas menjadi terkendala.
“Harapan kita di dalam Revisi UU Migas untuk betul-betul memberikan payung hukum. Karena kesuksesan ini akan memberikan penguatan atau menuju target-target yang sudah direncanakan tentang lifting minyak kita tahun 2030 1 juta barel, gas kita 12 milliar,” kata Sartono dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR dengan SKK Migas di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/11/2023).
Politisi Partai Demokrat ini menjelaskan, RUU Migas ini harus segera disahkan menjadi UU agar dapat meningkatkan pendapatan negara dari sektor Migas ditengah kondisi fiskal yang berat.
“Tetapi ini proses panjang dan tidak bisa diserahkan kepada SKK Migas. Ini tugas bersama, tugas negara, baik legislatif maupun eksekutif,” ujarnya.
Sartono menegaskan, tidak adanya kepastian hukum ini yang membuat SKK Migas tidak leluasa bergerak di forum-forum internasional untuk melobi meningkatkan lifting Migas tanah air.
“Ini tugas bersama. Kalau target-target lifting Migas tercapai, otomatis peningkatan pendapatan negara dari sektor Migas juga sangat penting untuk berlanjutnya pembangunan tumbuh kembangnya perekonomian ini,” terangnya.
“Jadi ini harus jadi konsen tentang Revisi UU Migas untuk disahkan. Saya bersepakat untuk itu,” pungkasnya.
Sekedar informasi, pada September lalu, Badan Legislasi DPR RI beserta Komisi VII DPR RI menyepakati RUU Migas menjadi usul inisiatif DPR RI. Namun hingga kini, RUU tersebut belum dibahas kembali oleh DPR RI bersama Pemerintah dan tidak kunjung dibawa ke Paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU.
(Bie)