Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Anwar Hafid, berpendapat bahwa pembelahan di masyarakat terkait kontestasi Pemilu terjadi karena juga ada faktor yang paling menentukan itu dari kontestan.
Menurutnya, ketika misalnya seorang kontestan itu terpilih, maka dia tidak boleh lagi ada pemikiran bahwa ini pendukung saya dan ini bukan pendukung saya.
“Ketika seseorang kontestan berhasil dan dia terpilih maka sejak itu dia harus berpikir bahwa saya adalah pemimpinnya semua daerah, semua masyarakat,” kata Anwar Hafid, Rabu (10/1/2024).
“Tidak boleb lagi kita membeda-bedakan baik yang memilih kita maupun tidak memilih kita,” sambungnya.
Mantan Bupati Morowali ini menjelaskan bahwa mekanisme Pemilu maupun Pilpres hanyalah cara menjadi pemimpin. Namun, kata dia, intinya itu seorang pemimpin siapapun bahkan daun yang jatuh pun di daerah itu, di negara itu, menjadi tanggungjawabnya.
“Jadi jangan sampai kita terpolarisasi melihat bahwa maka yang memilih saya saja itu yang akan saya perhatikan. Ini persoalan yang harus kita hadapi,” ujarnya.
Anwad Hafid pun menceritakan pengalamannya ketika menang Pilkada Morowali pada 2007. Ia hanya menang tipis, sekitar 26 persen. Artinya orang masih ada sekitar 70 persen yang tidak suka kepada dirinya.
“Tapi dengan cara seperti yang saya bilang tadi, langsung saya rangkul semua mari kita kerja untuk daerah ini. Dan memang pemimpin tidak boleh hanya manis di bibir. Harus kita buktikan bahwa ketika kita jadi Bupati, Gubernur, tidak boleh lagi ada pendukung dan bukan pendukung,” pungkasnya.
(Bie)