Jakarta, JurnalBabel.com – Pemerintah resmi menetapkan Hari Raya Idul Adha 10 Zulhijah 1445 Hijriah jatuh pada 17 Juni 2024. Penentuan ini berdasarkan hasil sidang isbat yang berlangsung pada sore ini.
Dalam sidang ini, hadir Ketua Komisi VIII DPR Ashabul Kahfi. Dalam kesempatan itu, ia mengatakan semangat persatuan bisa menjadi inspirasi untuk memperkuat persatuan. Sejalan dengan hal tersebut, dia berharap kalender umat Islam sedunia dapat diwujudkan.
“Sejalan dengan semangat persatuan tersebut, saya tetap memiliki harapan dan menyampaikan harapan pada kesempatan ini agar di masa depan kalender umat Islam sedunia dapat diwujudkan,” kata Ashabul Kahfi di Gedung Kementrian Agama, Jakarta, Jumat (7/6/2024).
Lebih lanjut, ia menerangkan perwujudan kalender umat Islam sedunia salah satunya untuk memperkuat koordinasi penentuan hari raya. Demikian, hal tersebut dapat memperkuat persatuan umat Islam.
“Dengan demikian kita tidak lagi menemui perbedaan dalam penentuan hari raya termasuk hari raya Ibadah Haji. Ini tentu akan semakin memperkuat persatuan umat Islam dan memudahkan koordinasi dalam berbagai kegiatan negara,” jelasnya.
Ditemui usai acara, Ashabul menjelaskan lebih lanjut maksudnya soal kalender umat islam sedunia. Dia mengatakan hal itu masih sangat dinamis dan merupakan pendapatnya secara pribadi.
“Dengan adanya kalender itu kan tentu kita sudah terindah dari perbedaan yang selama ini terjadi di hampir momen-momen Hari Raya Idul Adha. Itu harapan saya sebenarnya. Tapi itu kan butuh proses,” jelas Ashabul.
“Itu kan masih sangat dinamis. Itu harapan saya pribadi. Jadi kan bukan pendapat komisi ya, itu harapan saya secara pribadi,” katanya.
Kemudian politisi PAN ini memberikan contoh kasus perbedaan penetapan Idul Adha yang terjadi di antarnegara. Meski begitu, menurutnya perbedaan itu masih bisa dipahami dan merupakan hal yang biasa.
“Hari ini juga kan Idul Adha 1 Zulhijah kan hari ini, kalau tidak salah di Mekkah kan. Kita kan besok, kita kan beda lagi kan. Tetapi saya kira perbedaan-perbedaan yang ada selama ini akhirnya harus dipahami juga,” katanya.
“Karena perbedaan-perbedaan ini kan masing-masing punya dalil akli dan dalil nakti. Jadi itu hal yang biasa lah,” tambah Ashabul.