Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi XI DPR, Amin Ak, menyoroti persoalan serius yang tengah dihadapi Dana Pensiun Bank Indonesia (Dapenbi). Berdasarkan laporan terbaru, Dapenbi mencatat defisit pendanaan mencapai Rp4,8 triliun per Juni 2025, melonjak dari Rp1,5 triliun pada akhir 2023.
“Defisit sebesar ini menunjukkan ada masalah struktural dalam pengelolaan dana pensiun di Bank Indonesia. Sebagai lembaga keuangan negara, transparansi dan tata kelola yang sehat adalah syarat mutlak,” tegas Amin Ak di Jakarta, usai Rapat Kerja Komisi XI DPR dengan Bank Indonesia, Rabu (1/10/2025).
Berdasarkan laporan yang diterima Komisi XI DPR, defisit pendanaan dipicu oleh beberapa terutama oleh tiga faktor. Pertama, demografi tidak seimbang antara jumlah penerima manfaat program pensiun yang terus bertambah dengan pegawai aktif pembayar iuran yang relatif berkurang.
Kedua, rendahnya hasil investasi, dengan Return on Investment (ROI) hanya 6,39% dalam periode 2021–2024, di bawah asumsi aktuaria 8%. Ketiga, tingkat bunga teknis terlalu optimistis, yang kini harus diturunkan menjadi 6,5% agar lebih realistis.
Kondisi tersebut, lanjut Amin, membuat rasio pendanaan Dapenbi hanya 70,8% yang masuk ke dalam kategori tingkat III alias kurang sehat. Akibatnya Bank Indonesia sebagai pendiri wajib menutup kekurangan melalui iuran tambahan sebesar Rp4,83 triliun tahun ini.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini menegaskan, DPR RI mendukung penuh langkah Bank Indonesia dalam menyehatkan Dana Pensiun Bank Indonesia (Dapenbi) sesuai amanat UU P2SK dan aturan OJK.
Namun, Amin menekankan sekadar menutup defisit melalui iuran tambahan belum cukup. Diperlukan reformasi menyeluruh agar keberlanjutan dana pensiun ini terjamin dan tidak terus bergantung pada suntikan dana besar setiap kali terjadi kekurangan.
Transparansi menyeluruh dalam tata kelola dan strategi investasi mutlak diperlukan agar publik, peserta, dan pemangku kepentingan dapat menilai kinerja Dapenbi secara obyektif.
Selain itu, Amin menilai penting adanya koreksi formula pensiun yang lebih adil dan realistis. Selama ini, sistem perhitungan manfaat pensiun cenderung memberatkan pendanaan karena tidak sepenuhnya disesuaikan dengan kondisi demografi dan kemampuan investasi.
Restrukturisasi formula dengan memperhitungkan kondisi terkini akan menciptakan keseimbangan antara hak pensiunan dan kemampuan pendanaan.
Di sisi lain, diversifikasi investasi dengan prinsip kehati-hatian menjadi solusi untuk meningkatkan imbal hasil tanpa mengorbankan keamanan dana. Dengan strategi ini, Dapenbi tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh secara berkelanjutan.
DPR menekankan penguatan tata kelola (governance) untuk mencegah praktik investasi yang tidak prudent serta potensi benturan kepentingan. Evaluasi terhadap skema hybrid antara DAPENBI dan DAPENBI-IP juga harus dilakukan agar tercapai kesetaraan manfaat antara pegawai lama dan baru.
Merujuk penjelasan Gubernur BI, Dana Pensiun Bank Indonesia (Dapenbi) memiliki dua skema berbeda sesuai periode rekrutmen pegawai. Pertama, Dapenbi yang berbentuk Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP), berlaku untuk pegawai yang direkrut sebelum 1 Januari 2015.
Dalam skema ini, besaran pensiun ditentukan melalui rumus tertentu, misalnya 2,5% dikalikan masa kerja dan gaji pokok, tanpa bergantung langsung pada hasil investasi. Seluruh risiko pendanaan ditanggung oleh Bank Indonesia sebagai pendiri.
Kedua, Dapenbi – IP yang berbentuk Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP), berlaku untuk pegawai yang direkrut setelah 1 Januari 2015. Pada skema ini, iuran ditentukan di muka, yakni 17% dari pemberi kerja dan 3% dari peserta dari gaji, lalu diinvestasikan.
Besaran manfaat pensiun yang diterima peserta akan sangat bergantung pada hasil investasi dan akumulasi iuran tersebut.
Dengan kombinasi reformasi struktural, koreksi kebijakan, serta penguatan manajemen investasi, Amin Ak optimistis Dapenbi dapat kembali sehat dan berperan sebagai instrumen kesejahteraan pegawai Bank Indonesia yang berkeadilan dan berkelanjutan.
“DPR akan terus mengawal agar Dapenbi tidak sekadar bergantung pada bailout BI, tetapi benar-benar melakukan reformasi struktural. Hal itu untuk menjaga hak pensiun pegawai sekaligus melindungi kredibilitas Bank Indonesia,” ujar Amin.