Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR Fraksi NasDem, Irma Suryani Chaniago, menyoroti carut-marut pelaksanaan uji kompetensi tenaga kesehatan yang dinilai tidak transparan dan berdampak serius bagi mahasiswa.
Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi IX bersama sejumlah asosiasi pendidikan profesi kesehatan di Ruang Rapat Komisi IX, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Irma mengungkapkan, banyak laporan dari daerah yang menunjukkan adanya dugaan permainan antara universitas dengan Ditjen Dikti dalam penyelenggaraan uji kompetensi.
“Bahkan ada mahasiswa yang sudah 14 kali ikut uji kompetensi tidak lulus-lulus, hingga akhirnya bunuh diri di Papua. Ada juga yang sampai rumah tangganya hancur karena istrinya gagal uji kompetensi berkali-kali. Pertanyaannya, siapa yang salah? Universitas yang tidak kredibel, atau penyelenggara ujian yang tidak clear?” tegasnya.
Irma menilai pengulangan kegagalan mahasiswa dalam uji kompetensi menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam sistem.
“Kalau ujian ini benar-benar transparan, kasus-kasus tragis seperti bunuh diri atau perceraian tentu bisa dihindari. Artinya ada yang salah dalam sistem kita hari ini,” lanjutnya.
Irma juga menekankan perlunya pemerintah hadir dan mengambil peran lebih kuat dalam penyelenggaraan uji kompetensi. Menurutnya, pemerintah harus memastikan standar yang jelas, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Jangan sampai regulasi yang ada justru membingungkan mahasiswa, universitas, maupun asosiasi. Pemerintah harus hadir agar tidak ada lagi kebingungan dan korban di lapangan,” ujar wakil rakyat dari dapil Sumatera Selatan II.
Lebih jauh, ia menilai berbagai sertifikasi yang beredar di bidang kesehatan juga rawan diperjualbelikan.
“Hari ini banyak sekali sertifikasi yang justru jadi ladang bisnis, bukan penjamin kompetensi. Kalau begini, wibawa uji kompetensi dan sertifikasi justru dipertanyakan,” kata Irma.
Komisi IX, tambahnya, akan terus mendorong agar Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, dan asosiasi profesi menyelesaikan masalah ini secara serius.
“Karena kita bicara nyawa manusia. Kalau tenaga kesehatan tidak lolos uji kompetensi, publik harus tahu apa penyebabnya: kualitas pendidikannya rendah atau ujiannya yang bermasalah,” tutupnya.