Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo mengatakan, dominasi mafia dalam pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) harus dikurangi, bahkan dihilangkan. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) harus memberikan kemudahan bagi produsen dalam negeri untuk berpartisipasi di layanan e-katalog.
Hal diungkapkan Rahmad menyusul pernyataan keras Menteri BUMN Erick Thohir yang menyebutkan pengadaan alat kesehatan dan bahan bakunya masih didominasi oleh mafia.
“ Apa yang dikatakan Menteri BUMN itu memang benar. Kenyataannnya, saat ini, Indonesia masih menjadi surganya impor alat-alat Kesehatan. Solusi dan titik kuncinya ada di LKPP. Kalau LKPP membuka ruang dan memberikan kemudahan khusus bagi industri alat kesehatan dalam negeri untuk bisa naik tayang di LKPP, saya kira masalah ini bisa selesai,” kata Rahmad Handoyo melalui rilis yang diterima wartawan, Jumat (17/4/2020).
Seperti diketahui, sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir dalam konfrensi pers yang dilaksanakan secara virtual, Kamis (16/4/2020) menyampaikan keprihatinannya, karena 90 persen alat kesehatan berasal dari impor. Pengadaan alat-alat tersebut, termasuk bahan bakunya bahkan didominasi oleh mafia.
“Sepertinya memang tidak masuk akal jika alat kesehatan yang remeh-temeh yang dapat diproduksi di dalam negeri, masih tetap impor. Ada apa ini? Apakah para mafioso itu dikoordinir oleh segelintir perusahaan untuk mengondisikan agar produsen dalam negeri tidak bisa masuk e-katalog? Ini pertanyaan liar dan sederhana yang layak dijawab oleh LKPP,” katanya mempertanyakan.
Rahmad mengungkapkan, dalam rapat yang digelar Komisi IX DPR RI dengan Dirjen Pengadaan Alat Kesehatan beberapa waktu lalu, Indonesia menargetkan akan memenuhi kebutuhan alat-alat kesehatan hingga 50 persen. Dengan catatan, LKPP memberi kesempatan dan kemudahan industri dalam negeri berpartisipasi dalam pengadaan di e-katalog.
Dalam rapat bersama dengan LKPP, Kemenkes dan asosiasi produsen alat kesehatan asing maupun dalam negeri, Rahmad mengatakan, LKPP sudah berkomitmen untuk memberi kesempatan dan kemudahan terhadap pengadaan alat kesehatan produksi dalam negeri.
“Tapi apa yang terjadi? Kenyataannya sampai saat ini produsen alat kesehatan dalam negeri masih mengeluhkan adanya kesulitan di e-katalog, produsen dalam negeri yang baru dibuka bulan Juni tahun ini. Sungguh ironis,” keluhnya.
Bahkan, rapat terakhir antara Komisi IX DPR RI dengan LKPP diputuskan, untuk tahun 2020 minimal 20 persen pengadaan alat kesehatan harus dipenuhi dari produsen dalam negeri. “Saya melihat dengan situasi dan kondisi yang ada di LKPP saat ini, saya sangsi bahwa keputusan rapat yang mengikat pemerintah dengan parlemen serta dengan produsen dalam negeri itu tidak akan terpenuhi,” ujar Rahmad.
Rahmad juga menegaskan, saat ini bola ada ditangan LKPP. “Sekarang kita serahkan kepada LKPP, apakah LKPP memberi karpet merah kepada produsen alat kesehatan dalam negeri atau terus meninabobokan para rente produsen, distributor alat kesehatan asing,” tutup politisi Fraksi PDI Perjuangan itu.