Jakarta, JurnalBabel.com – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 yang sudah ditetapkan digelar pada 9 Desember 2020 dinilai belum saatnya menggunakan sistem pemilihan elektronik atau e-voting untuk mencegah penyebaran Covid-19. Pasalnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pilkada juga dinilai belum siap melaksanakan sistem e-voting.
Hal itu bisa dilihat pada saat pelaksanaan Pemilu 2019, dimana KPU dalam penghitungan suara hasil Pemilu 2019 tidak menggunakan sistem e-rekap atau rekapitulasi penghitungan suara secara elektronik. Tetapi KPU masih melakukan penghitungan secara manual.
“Untuk e-voting di Pilkada 2020, jangan kan e-voting, e-rekap saja belum terjangkau. Padahal e-rekap itu bagian dari e-voting,” kata anggota komisi II DPR Syamsurizal saat dihubungi, Jumat (5/6/2020).
Syamsurizal sepakat sistem Pemilu maupun Pilkada digelar secara elektronik. Pasalnya, dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu di DPR, hal itu memungkinkan. Namun, ungkapnya, KPU hingga saat ini belum memberikan arahan maupun sosialisasi kepada KPUD untuk menggunakan sistem e-voting maupun e-rekap untuk Pilkada 2020.
“Saya sudah tanyakan lagi ke KPU, katanya masih dipersiapkan. KPUD belum mendapatkan arahan dari KPU soal e-rekap. Padahal itu perlu sosialisasi, pelatihan,” ungkapnya.
Selain itu, politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini sepakat pemilihan e-voting karena dapat menghemat anggaran Pilkada/Pemilu, karena tidak dibutuhkan lagi perlengkapan logislatik. Seperti kotak suara, surat suara dan lainnya.
Namun anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini khawatir sistem e-voting ini membuat tingkat partisipasi pemilih menjadi rendah. Sebab, pemilih tidak perlu mendatangi Tempat Pemilihan Suara (TPS). Cukup menyalurkan hak suaranya melalui jaringan internet dari rumah maupun tempat lainnya.
“Melihat kondisi masyarakat perlu tetap mendatangi TPS. Tapi kita khawatirkan tingkat partisipasi masyarakat rendah dengan e-voting di rumah,” jelasnya.
Legislator dari daerah pemilihan Riau ini menegaskan masih butuh waktu untuk menggunakan sistem Pemilu/Pilkada e-voting. “Apakah KPU bisa menyediakan dalam waktu dekat itu untuk softwarenya? Ini perlu waktu. Lalu masyarakat harus tetap mendatangi TPS, dimana prasarana evoting itu disediakan,” tutupnya.
Senada dengan Syamsurizal, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Guspardi Gaus menambahkan Pemilu/Pilkada menggunakan sistem e-voting harus melihat dari kesiapan KPU. “Rasa-rasanya untuk digelar di Pilkada 2020 belum siap e-voting,” kata Guspardi saat dihubungi terpisah.
Pilkada serentak 2020 menggunakan sistem e-voting pertama kali diwacanakan oleh Anggota Komisi II DPR Yanuar Prihatin untuk mencegah penyebaran Covid-19. Ia menilai KPU masih ada waktu menyiapkan infrastruktur digital, khususnya di daerah yang menjadi zona merah.
Politisi PKB ini juga yakin meyakini opsi e-voting akan lebih baik dibandingkan memaksa membuat Tempat Pemungutan Suara (TPS) tapi tidak ada partisipasi pemilih. (Bie)
Editor: Bobby