Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Mohamad Muraz, ingin meluruskan persepsi yang keliru terkait penyelenggaran Pilkada Serentak di 270 daerah di tengah pandemi Covid-19 pada 9 Desember 2020.
Mantan Wali Kota Sukabumi ini menjelaskan, dasar hukum penundaan Pilkada pada 9 Desember 2020 akibat pandemi Covid-19 yang awalnya akan digelar pada 23 September 2020 yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pilkada yang diteken Presiden Jokowi pada 4 Mei 2020.
Di dalem Perppu tersebut kata Muraz sangat terang benderang dan sederhana seperti yang diatur dalam Pasal 201A dan Pasal 122A ayat 1 dan 2.
Pasal 201A ayat 3 yang berbunyi “Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara serentak ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122A.”
Pasal 122A ayat 2 berbunyi “Penetapan penundaan tahapan pelaksanaan Pemilihan serentak serta pelaksanaan Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Pasal 122A ayat 3 berbunyi “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu pelaksanaan Pemilihan serentak lanjutan diatur dalam Peraturan KPU.”
Artinya sebut Muraz bahwa Pilkada serentak 2020 dapat ditunda kapan saja melihat kondisi perkembangan Covid-19 di lapangan. Termasuk masalah tambahan anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada dengan protokol kesehatan Covid-19. Bahkan lanjut Muraz bahwa apabila pemerintah tidak mampu penuhi hal itu, maka Perppu Pilkada yang belum disetujui oleh DPR ini harus dicabut atau tidak berlaku.
“Jadi Pilkada 9 Desember 20 ini sebenarnya sudah terang benderang dan sederhana, nggak usah diperdebatkan lagi. Kalau Pemerintah punya uang ya biayai permintaan KPU, Bawaslu dan DKPP agar Pilkada serentak berjalan sesuai standard protokol Copid 19. Kalau pemerintah nggak punya uang dan anggak sanggup membiayai, cabut lagi itu Peprpu Nomor 3/2020 danan undurkan lagi Pilkadanya (23 September 2020),” kata Muraz saat dihubungi, Minggu (14/6/2020).
Sebelumnya, Rapat Kerja Komisi II DPR RI bersama Mendagri, Menkeu, KPU RI, Bawaslu RI, DKPP RI, dan Kepala BNPB/Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 pada Kamis (12/6/2020), menyetujui usulan kebutuhan tambahan anggaran untuk penyelenggara agar memenuhi protokol kesehatan COVID-19 dalam tahapan lanjutan Pilkada Serentak 2020 yang akan dimulai pada 15 Juni 2020.
Usulan kebutuhan tambahan anggaran yang disetujui tersebut yakni untuk KPU RI sebesar Rp4.768.653.968 (Rp4,7 triliun) dalam tiga tahapan. Tahap pertama Rp 1,02 triliun, tahap kedua Rp 3,29 triliun dan tahap ketiga Rp 0,46 triliun. Bawaslu sebesar Rp478.923.004.000 (Rp478,9 miliar), dan DKPP sebesar Rp39.052.469.000 (Rp39,05 miliar). Anggaran tersebut bersumber dari APBN dengan memperhatikan kemampuan APBD masing-masing daerah.
Namun pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani baru berkomitmen siap merealisasikan penambahan anggaran tahap pertama sebesar Rp 1,2 triliun dari APBN. Sementara sisa kebutuhan anggaran yang belum terpenuhi akan diputuskan setelah ada rekonsiliasi anggaran antara Kemendagri, Kemenkeu, KPU, Bawaslu, DKPP, dan Gugus Tugas Covid-19, selambat-lambatnya pada 17 Juni 2020.
Mohamad Muraz menambahkan pemerintah dan penyelenggara Pemilu harus mempersiapkan segala hal agar Pilkada 2020 dapat digelar pada 9 Desember 2020. “Jadi harus tegas dan jelas supaya ada kepastian hukum bagi para calon, penyelenggara pemilu dan rakyat yang akan pesta demokrasi pemilukada. Kasian tuh para Cakada dan timnya nanti pada stress,” pungkasnya. (Bie)
Editor: Bobby