Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin, meminta kepada semua pihak tidak menodai penyelenggaraan Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) serentak 2020 dengan praktek-praktek curang. Termasuk menggunakan jabatan dan aparat untuk memenangkan salah satu pasangan calon (paslon).
Sebab, kata Zulfikar, dari Pemilu ke Pemilu dan dari Pilkada ke Pilkada selama ini, tuntutan kompetisi yang fair, adil, dan setara semakin menguat.
Demikian dikatakan Zulfikar yang juga Ketua DPP Partai Golkar saat dihubungi, Minggu (8/11/2020), menanggapi seorang pengacara yang juga Ketua DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jawa Timur (Jatim), Abdul Malik, melaporkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ke Pemprov Jatim, Bawaslu, DKPP dan Kemendagri, atas dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) di masa kampanye.
Hal itu menyusul pernyataan Tri Rismaharini dalam sebuah acara bertajuk ‘Roadshow Online Berenergi’ pada 18 Oktober lalu, yang menyatakan “Supaya program ini berkelanjutan, saya nitip anak saya, Eri Cahyadi, bisa melanjutkan saya.”
Berbicara kepada para ibu-ibu, di potongan video berdurasi 1 menit 49 detik tersebut Risma mewanti-wanti untuk tidak salah pilih dalam Pilkada 2020.
Eri Cahyadi yang dimaksud Risma adalah calon Wali Kota Surabaya nomor urut satu, berdampingan dengan Armuji. Mereka diusung oleh PDI Perjuangan dan didukung oleh PSI. Mereka juga mendapatkan tambahan kekuatan dari enam partai politik non parlemen, yakni Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Hanura, Partai Berkarya, PKPI, dan Partai Garuda.
Lawannya adalah Machfud Arifin-Mujiaman, nomor urut 2, diusung koalisi delapan partai yakni PKB, PPP, PAN, Golkar, Gerindra, PKS, Demokrat, dan Partai Nasdem; juga didukung partai non-parlemen yakni Partai Perindo.
Risma dituding melanggar Pasal 37 dan Pasal 39 PKPU No. 11 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas PKPU No. 4 Tahun 2017 Tentang Kampanye Pilkada. Ia juga diduga melanggar Pasal 63 ayat (1), (2) dan (4) huruf b PKPU No. 11 Tahun 2020.
Menurut Zulfikar, apabila memang paslon adalah figur yang punya rekam jejak baik dan karya prestatif yang sangaf dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, kenapa musti tidak percaya diri untuk berkompetisi secara sehat? Serahkan kepada rakyat sebagai pemutus akhir siapa yang sungguh layak dan patut memimpin mereka 5 (lima tahun) ke depan.
“Dan untuk petahana sendiri, kenapa pula hadir kejiwaan, ketika mereka dinilai berhasil, yang menggantikan harus ‘orang’ dia,” kata Zulfikar Arse Sadikin.
“Ada apa ini? Betulkah itu didasari atas motivasi untuk terus melakukan transformasi atau justru lebih untuk melanggengkan kekuasaan,” lanjutnya.
Legislator asal Jatim ini menambahkan bahwa dalam konteks ini tugas sebagai petahana sudah selesai.
“Peran mereka dalam proses pemilihan adalah memastikan paslon yang dihadirkan dipilih dan terpilih secara bermartabat dan berintegritas demi keberlanjutan perwujudan nilai-nilai demokrasi,” pungkasnya. (Bie)