Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR, Wahyu Sanjaya, menyatakan pihaknya pekan depan akan memanggil KPU, Bawaslu dan DKPP untuk membahas Arief Budiman yang dipecat dari jabatannya sebagai Ketua KPU RI.
Hal itu menyusul DKPP memberhentikan Arief Budiman dari jabatannya melalui proses sidang yang dilaksanakan pada Rabu (13/1/2021). Pasalnya, Arief diduga melakukan pelanggaran etik karena mendampingi Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik menggungat pemberhentiannya sebagai Komisioner KPU ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) pada 2020 lalu.
“Senin baru akan ada rapat terkait hal tersebur dengan KPU, Bawaslu dan DKPP,” kata Wahyu Sanjaya kepada jurnalbabel.com, Kamis (14/1/2021).
Menurut Wahyu, pemecatan Arief Budiman tersebut sudah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. “Sesuai UU Itu kewenangan DKPP,” ujarnya.
Lebih lanjut politisi Partai Demokrat ini mengungkapkan tidak hanya Arief Budiman saja yang dipecat dari jabatan Ketua KPU.
“Sudah ada Ketua KPU Provinsi/Kabupaten/Kota yang kena sanksi dicopot dari jabatan Ketua. Kebetulan saja sekali ini kena Ketua KPU RI,” ungkapnya.
Legislator asal Sumatera Selatan ini juga menyoroti penilaian berbagai kalangan pemecatan Arief Budiman ini akibat adanya peraturan putusan DKPP final dan mengikat.
“Kalau putusannya tidak final dan mengikat, pemilu nggak selesai-selesai. Bisa-bisa yang sudah dilantik jadi dicopot lagi,” tuturnya.
Sebelumnya, Arief diduga melanggar etik karena menemani Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik ke Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) yang kala itu diberhentikan oleh DKPP.
Hal tersebut dianggap berimplikasi pada kesan pembangkangan dan tidak menghormati Putusan DKPP Nomor 317 yang bersifat final dan mengikat.
Arief pun dianggap melanggar Pasal 14 huruf c juncto Pasal 15 huruf a dan huruf e juncto Pasal 19 huruf c dan e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Pengadu pelanggaran etik ini yakni seorang warga bernama Jupri menggugat dengan dalil aduan mendampingi atau menemani Evi Novida yang kala itu telah diberhentikan DKPP pada 18 Maret 2020 untuk mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.
Selain itu, pengadu mendalilkan Arief telah membuat keputusan yang diduga melampaui kewenangannya yakni menerbitkan Surat KPU RI Nomor 665/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020.
Pada pertengahan Maret 2020, publik heboh mengetahui Evi Novida dipecat dari jabatannya sebagai KPU oleh DKPP.
Evi dipecat lantaran dinilai melanggar kode etik. Namun, pada Senin (24/8/2020), Evi ditetapkan kembali sebagai Komisioner KPU RI.
Kembalinya Evi ke KPU ini bukan tanpa upaya, melainkan melalui sejumlah proses yang panjang dan tidak sebentar.
Pemecatan Evi Novida Ginting Manik sebagai Komisioner KPU diputuskan dalam sidang DKPP, Rabu (18/3/2020).
Evi dinilai melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu terkait kasus perolehan suara calon legislatif (caleg) Pemilu 2019.
Menindaklanjuti Putusan DKPP, Presiden Joko Widodo menerbitkan keputusan presiden (Keppres) pemberhentian Evi Novida sebagai Komisioner KPU.
Kemudian, pada 19 April 2020, Evi pun mengajukan gugatan ke PTUN atas kasus pemecatan dirinya sebagai Komisioner KPU RI.
Evi menggugat Keppres Jokowi Nomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikan dia secara tidak hormat per 23 Maret 2020
Melalui gugatannya, Evi meminta PTUN untuk menyatakan Keppres Jokowi terkait pemecatan dirinya batal atau tidak sah.
Setelah melalui serangkaian persidangan yang melibatkan sejumlah saksi dan ahli, PTUN memutuskan mengabulkan seluruhnya gugatan yang dimohonkan Evi Novida.
Melalui putusannya yang terbit pada 24 Juli 2020, PTUN memerintahkan Presiden Jokowi untuk mencabut Keppres pemecatan Evi. (Bie)