Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR, Anas Thahir, menilai kebijakan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang tidak mau mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK) Vaksin Nusantara fase ke dua sungguh sangat mengecewakan.
Apalagi, kata Anas, secara resmi BPOM malah mengembalikan proses uji klinis fase pertama ke tahap pra-klinis dengan alasan ada tahapan atau proses yang belum dilengkapi.
“Ini merupakan kebijakan aneh, karena yang memberikan izin uji klinis fase pertama juga BPOM sendiri. Ini artinya BPOM telah bertindak kurang cermat dalam mengeluarkan izin uji klinis Vaksin,” kata Anas Thahir dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/3/2021).
Menurut Anas, Vaksin Nusantara sebagai karya anak bangsa sudah sangat ditunggu-tunggu kehadirannya karena akan menjadi kebanggaan nasional yang luar biasa saat pandemi. Bahkan secara ekonomi juga bakal memberikan kontribusi sangat besar, karena bisa mengurangi biaya import vaksin yang jumlahnya lebih besar dari anggaran Kementerian Kesehatan RI selama satu tahun.
“Dengan memproduksi sendiri vaksin nusantara, beban anggaran negara kita akan jauh lebih ringan,” ujar anggota badan anggaran (Banggar) DPR ini.
Lebih lanjut legislator asal Jawa Timur ini mengatakan seharusnya pemerintah memberikan perhatian khusus dan bekerja lebih keras untuk melakukan percepatan produksi Vaksin anak bangsa bagaimanapun caranya.
Bahkan, tambah Anas, jika di lapangan di rasa ada masalah-masalah teknis yang mungkin saja terjadi, seharusnya pemerintah terus fokus berusaha mencari jalan keluar dan melakukan pengawalan maksimal agar produksi vaksin nusantara bisa terus berjalan, bukan malah menghentikan.
“Ini memprihatinkan seolah pemerintah sendiri yang menghambat,” katanya.
Sekretaris Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menandaskan bahwa mudahnya proses importasi vaksin asing dan rumitnya proses memproduksi vaksin dalam negeri, sangat bertentangan dengan semangat Presiden Jokowi yang selama ini mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk semakin mencintai produk dalam negeri dan mengurangi, bahkan ‘membenci’ pemakaian produk asing. (Bie)