Jakarta, JurnalBabel.com – Pemerintah mengumumkan bahwa institusi pendidikan dan sekolah bisa melakukan pembelajaran tatap muka secara terbatas pada tahun ajaran baru mendatang yang dimulai Juli 2021, dengan protokol kesehatan (prokes) Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang ketat.
Kebijakan ini berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di masa pandemi Covid-19, yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri.
Aktivitas pembelajaran tatap muka secara terbatas ini akan dilakukan setelah pemerintah menyelesaikan vaksinasi terhadap pendidik dan tenaga pendidikan. Adapun, pemerintah menargetkan vaksinasi terhadap 5 juta pendidik dan tenaga pendidikan akan selesai sebelum tahun ajaran baru dimulai, yakni paling lambat Juni 2021.
Selama pembelajaran tatap muka di sekolah, seluruh aktivitas di kantin, ekstrakurikuler, dan olahraga tidak diperbolehkan. Jumlah peserta didik dalam pembelajaran tatap muka terbatas diperbolehkan maksimal 50 persen dari total kapasitas. Dengan demikian, terdapat sistem rotasi dan masih dilaksanakannya pembelajaran jarak jauh.
Selain itu, pembelajaran tatap muka secara terbatas bisa dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari orangtua peserta didik.
Permasalahkannya, berdasarkan situs resmi Kemendikbud yang merekam kesiapan sekolah menghadapi pembelajaran tatap muka di masa pandemi, tampak tak semua siap menyelenggarakan protokol kesehatan. Dari 535.006 sekolah di Indonesia, 12.145 di antaranya tidak memiliki toilet bersih; 11.230 tidak memiliki sarana cuci tangan dengan sabun; dan 39.925 tidak memiliki disinfektan.
Lebih lanjut, 47.102 sekolah tidak mampu mengakses fasilitas layanan kesehatan; 86.443 sekolah tidak mampu menerapkan area wajib masker; dan 65.404 sekolah tidak memiliki thermogun.
Selain itu, 190.526 sekolah tidak memiliki data warga sekolah yang memiliki penyakit komorbid; 168.025 sekolah tidak memiliki data warga sekolah yang tak memiliki akses kendaraan yang memungkinkan jaga jarak; 188.026 sekolah tidak memiliki data warga sekolah yang punya riwayat perjalanan dari zona merah atau oranye dan belum isolasi mandiri; dan 158.319 sekolah tidak memiliki data warga sekolah yang pernah menjadi kontak erat.
Permasalahan lainnya, Vaksin COVID-19 untuk kelompok usia anak yang sampai saat ini belum tersedia di seluruh dunia. Padahal anak-anak sangat rentan tertular karena pemberlakuan protokol kesehatan terhadap mereka bisa lebih sulit dibandingkan dengan orang dewasa.
Setelah Siswa di Vaksin
Anggota Komisi Pendidikan (Komisi X) DPR, Debby Kurniawan, sepakat dengan kebijakan Pemerintah tersebut yang harus disegerakan. Tentunya, kata dia, dengan prokes yang ketat. Diantaranya juga vaksinasi terhadap guru dan juga siswa.
Sebab itu, politisi Partai Demokrat ini meminta pembelajaran tatap muka jangan dibuka apabila vaksinasi terhadap siswa atau peserta didik belum dilakukan oleh pemerintah.
“Saya berharap segera dibuka dengan syarat sudah dilakukan vaksinasi terhadap guru dan siswa,” kata Debby kepada jurnalbabel.com, Selasa (30/3/2021).
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Demokrat lainnya, Bramantyo Suwondo, mengakui memang sampai saat ini penelitian belum ada yang menunjukan vaksinasi dilaksanakan untuk anak-anak.
“Akan tetapi dengan prokes yang ketat, menurut saya kesehatan peserta didik dan pendidik dapat terjaga. Asalkan pelaksanaan prokes di sekolah-sekolah benar dilaksanakan dengan ketat,” kata Bramantyo.
Selanjutnya, kata Bramantyo, wacana pembukaan sekolah ini pastinya akan dilaksanakan secara bertahap. Bagi daerah yang vaksinnya sudah merata ditambah lagi dengan zona yang terbilang hijau, tentunya tidak mungkin bila sekolah terus menerus ditutup.
“Dan bagi daerah yang vaksinnya belum merata, tentunya pembukaan sekolah akan berproses sejalan dengan vaksinasi yang berjalan. Dalam kata lain, pembukaan sekolah kembali pastinya dilaksanakan bertahap,” jelasnya.
Sangat Penting
Bramantyo menilai kegiatan belajar mengajar secara tatap muka ini sangatlah penting untuk dilaksanakan dalam waktu dekat ini, karena ancaman learning loss (penurunan kemampuan anak untuk mempelajari hal baru, dan penurunan kemampuan anak untuk mempertahankan ilmu yg sudah dipelajari) ini nyata adanya
“Pastinya banyak orang tua murid juga prihatin bilamana pendidikan anak-anaknya terbengkalai akibat situasi pandemi, karena ini dapat berdampak besar di kemudian harinya saat putera puterinya sudah tumbuh dewasa,” jelas legislator asal Jawa Tengah ini.
Sosialisasi
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP), Illiza Sa’aduddin Djamal, mengatakan yang harus menjadi perhatian atas kebijakan ini adalah semaksimal mungkin masyarakat sekolah mengerti, mampu dan dapat melaksanakan prokes.
“Di samping itu pula pengertian, pengetahuan serta pemahaman terhadap virus covid 19 ini, serta pentingnya pelaksanaan protokol kesehatan,” kata Illiza.
Lebih lanjut Illiza mengatakan pelibatan orang tua sangat mutlak dalam hal menjembatani dan memfasilitasi antara peserta didik dan sekolah. Kemudian pihak terkait yakni, Satgas Covid-19 di setiap jenjang harus juga melakukan kesiapsiagaan baik pencegahan/ preventif maupun penangan dalam lingkungan masyarakat sekolah.
“Dan yang pasti pemerintah harus memfasilitasi dengan melakukan pengawasan dalam upaya pencegahan awal,” ujarnya.
Terhadap fasilitasn sekolah, kata legislator asal Aceh ini, maka melakukan sosialisasi dengan mengutamakan kesehatan adalah hal penting di masa pandemi saat ini. (Bie)