Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota DPR, Syamsurizal, meminta pemerintah untuk mempersiapkan pertahanan ekonomi guna menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 nanti.
Menurutnya, mempersiapkan pertahanan ekonomi ini perlu jadi perhatian karena diperkirakan Indonesia masih berada pada tahap pemulihan akibat pandemi Covid-19. Selain itu, Indonesia masih akan menghadapi tantangan sekaligus ketidakpastian pada tahun 2022.
Syamsurizal menyampaikan hal tersebut ketika membacakan pandangan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terkait Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN Tahun Anggaran 2022 di hadapan Rapat Paripurna DPR RI, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (25/5/2021).
“Sepertinya, pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2022 masih akan pada tahap recovery akibat pandemi Covid-19. Selain itu, terdapat tantangan eksternal yang perlu diwaspadai. Tantangan ini menciptakan ketidakpastian terkait risiko aktivitas ekonomi dan iklim dunia usaha,” jelas Syamsurizal.
Di dalam Rapat Paripurna tersebut, F-PPP itu memperkirakan tantangan yang akan muncul berasal dari internal maupun eksternal. Tantangan eksternal berasal dari penyesuaian kebijakan moneter oleh negara maju, harga komoditas yang fluktuatif, dan penggelembungan aset.
Sedangkan tantangan internal berasal dari laju pertumbuhan ekonomi yang belum merata di kalangan industri dan masyarakat.
Jika tantangan tersebut tidak tertangani dengan tepat, maka akan mengakibatkan menurunnya kemampuan pemerintah dalam mengejar target penurunan kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan ekonomi.
Oleh karena itu, Syamsurizal menegaskan pertahanan ekonomi harus dibentuk dengan memperkuat fundamental ekonomi, melalui penguatan industri manufaktur, mendorong value added ekspor hingga mempercepat penyaluran pinjaman sektor riil.
Selain itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI tersebut juga meminta pemerintah agar lebih berhati-hati dalam mengelola hutang negara. Pengelolaan utang yang bijaksana diperlukan guna memastikan agar tidak terjadi perebutan dana di pasar, yang mengakibatkan laju investasi di sektor usaha masyarakat terganggu. Tidak hanya itu, pemerintah perlu mencermati kembali belanja pembayaran utang pemerintah.
“Ke depannya, kami berharap pemerintah berhati-hati mengelola rasio utang pemerintah tetap berada di bawah angka 44 persen pada tahun 2022 ke depan dengan pengelolaan utang yang prudent. Selain itu, perlu dicermati belanja pembayaran hutang pemerintah yang terus meningkat memiliki dampak seperti semakin sempitnya ruang fiskal untuk kebutuhan belanja lain mulai dari belanja kesehatan, infrastruktur, dan lainnya,” pungkasnya. (dpr.go.id/bie)