Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati, dalam Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR di Kalimantan Timur baru-baru ini mencermati data hasil survey Bank Indonesia tentang pembiayaan UMKM kepada perbankan yang dianggapnya masih minim.
Anis melihat bahwa sebagian besar pembiayaan UMKM masih berasal dari keuangan sendiri, yaitu 77% sedangkan sisanya 23% dari pihak lain termasuk perbankan.
“Jadi kalau kita lihat di sini lebih dari 50% itu masih dibiayai oleh sendiri sedangkan sisanya itu baru oleh pihak lain, antara lain adalah dari pihak perbankan,” ujar Anis dalam keterangan tertulisnya, Minggu (13/6/2021).
Menurut Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini data tersebut menggambarkan kondisi mayoritas UMKM yang masih unbankable (tidak dapat memenuhi syarat sebagai nasabah bank), sehingga mengalami hambatan untuk mendapatkan akses keuangan atau pembiayaan perbankan, sehingga perlu dicarikan solusinya.
Selanjutnya Anis memberikan perhatian terhadap tingkat pendidikan pelaku UMKM yang rata-rata lulusan SD sampai SMA. Menurut Wakil Ketua BAKN (Badan Akuntabilitas Keuangan Negara) DPR RI ini, dengan tingkat pendidikan SDM UMKM ini, membuat mereka kesulitan mengimplementasikan program UMKM. Namun persoalan SDM ini bukan hanya di Kaltim tapi juga di seluruh Indonesia, dimana pelaku UMKM rata-rata berpendidikan setingkat SD sampai SMA.
“Kepada seluruh stakeholder UMKM seperti BI, OJK, dan Kementrian Keuangan mari kita memikirkan bagaimana cara meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan,” kata Anis.
Lalu, ada hal yang menarik perhatian Doktor Ekonomi Islam lulusan Universitas Airlangga ini, yaitu tentang program Momspreneur yang merupakan program pemberdayaan wanita produktif untuk mewujudkan UMKM sukses. Momspreneur yang berupa program WUBI ( Wirausaha Unggulan Bank Indonesia ) yang menyasar pada ibu-ibu, perempuan korban KDRT dan korban rentenir di Kaltim.
Anis ingin tahu lebih jauh tentang kondisi perempuan di Kaltim dan alasan Pemprov Kaltim memilih sasaran pada ibu-ibu, perempuan korban KDRT dan korban rentenir, serta perkembangan dari Momspreneur ketika mereka melakukan usaha melalui UMKM.
Kemudian berikutnya terkait dengan PLB (Pusat Logistik Berikat), berdasarkan penjelasan perwakilan Bea Cukai Kalimantan Timur. Program PLB ini sangat didukung oleh Bank Indonesia. Apalagi PLB dapat meningkatkan daya saing terutama ekspor produk produk unggulan plastik, namun keberadaan PLB di Kaltim masih perlu disinergikan dengan semua program pengembangan ekspor, sejauh ini belum ada UMKM binaan Bank Indonesia yang memanfaatkan fasilitas PLB artinya PLB ini belum dirasakan manfaatnya atau belum bersinergi dengan UMKM dalam hal ini UMKM binaan Bank Indonesia.
Berdasarkan temuan ini, Anis mendorong agar forum yang dihadiri oleh BI, Bea Cukai dan Pemprov Kaltim ini dapat menjadi sarana untuk membicarakan kemudahan dan insentif yang dapat diberikan diberikan oleh program ini.
“Alangkah baiknya jika ada sinkronisasi antara kementerian keuangan dalam hal ini Bea Cukai dengan UMKM binaan Bank Indonesia,” ujar Anis.
Terakhir, masih terkait dengan UMKM juga, Anis meminta penjelasan tentang realisasi target penyaluran dana bantuan pemerintah bagi pelaku usaha mikro melalui BPUM (Bantuan Produktif Usaha Mikro) sejumlah 9111 UMKM, serta bagaimana dengan nasib UMKM yang belum mendapatkannya.
Sebab adanya beberapa permasalahan dengan data seperti data alamat penerima yang belum jelas, penerima BPUM yang berada di tempat terpencil sehingga mengalami kesulitan karena jarak ke Bank cukup jauh, serta adanya nomor induk kependudukan ganda, dimana semua masalah ini akan menghambat kemajuan UMKM.
Oleh karena itu Anis menghimbau agar, “Kita sama-sama punya komitmen bahwa UMKM adalah tulang punggung perekonomian nasional Indonesia. Oleh karena itu semua stakeholder harus berkomitmen untuk bisa memajukan UMKM termasuk di Kalimantan Timur,” pungkasnya. (Bie)