Jakarta, JurnalBabel.com – Rapat Paripurna DPR RI, Senin (20/5/2024) menyetujui RUU Pelayaran dijadikan inisiatif DPR.
Anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR RI yang juga anggota Pansus RUU Kelautan, Amin Ak, berharap UU Pelayaran yang baru nantinya bisa mendorong transformasi sistem logistik nasional yang tidak hanya kuat didalam negeri tapi juga terintegrasi dengan bisnis global.
Pasalnya, penguatan sistem logistik nasional termasuk efisiensi di dalamnya, mendesak dilakukan ditengah persaingan sektor logistik antarnegara yang semakin ketat. Begitu juga, transformasi sistem logistik nasional menjadi kunci penting bagi keberhasilan transformasi ekonomi nasional, mengingat kita adalah negara kepulauan.
“Visi Indonesia Emas 2045 menekankan bahwa sebagai negara kepulauan sangat krusial bagi Indonesia untuk meningkatkan efisiensi logistik maritim serta memacu potensi kelautan sebagai dasar untuk pembangunan di masa yang akan datang,” kata Amin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/5/2024).
Merujuk data Bappenas, saat ini rasio biaya logistik nasional terhadap PDB masih di angka 14,3%. Pemerintah sendiri menargetkan biaya logistik turun hingga 8% terhadap PDB pada 2045. Penghitungan komponen biaya logistik tersebut diperoleh dari biaya transportasi, biaya pergudangan, biaya inventory, serta biaya administrasi.
Bank Dunia menyoroti kecepatan pemrosesan layanan logistik yang masih tinggi. Indonesia memiliki waktu pemrosesan di pelabuhan rata-rata 1,1 hari. Sementara itu, negara-negara mitra seperti Malaysia memiliki rata-rata waktu 1,0 hari, China rata-rata 0,8 hari, dan India rata-rata 0,9 hari.
“Revisi UU Pelayaran harus mampu mendorong perbaikan kinerja di setiap daerah sehingga berdampak pada peningkatan kualitas layanan logistik secara nasional. Selain menekan biaya logistik, juga untuk meningkatkan daya saing dalam penyelenggaraan pelayaran Indonesia agar lebih efisien dan efektif,” tegasnya.
Salah satu pasal penting dalam RUU Pelayaran adalah penguatan asas cabotage, yang mengatur bahwa hanya kapal berbendera Indonesia yang boleh mengangkut barang dan penumpang antarpulau di Indonesia. Ini memberikan peluang bagi pelaku usaha logistik lokal untuk lebih aktif berpartisipasi dalam pengangkutan barang di dalam negeri.
Karena itu, pemerintah juga harus lebih serius dalam memberdayakan pelayaran rakyat, mendukung pertumbuhan bisnis lokal dan meningkatkan keterlibatan mereka dalam industri pelayaran.
“Penting juga dilakukan adalah transformasi digital di pelabuhan-pelabuhan Indonesia agar bisa mempercepat proses administrasi dan operasional, sehingga mengurangi waktu tunggu kapal dan biaya operasional. Ini merupakan langkah penting dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem logistik nasional,” kata Amin.
Di sisi lain, Amin berharap para pelaku usaha logsitik nasional dapat meningkatkan investasi pada kapal-kapal berbendera Indonesia untuk memanfaatkan hak eksklusif dalam pengangkutan barang antarpulau.
Selain itu, juga harus membangun kemitraan dengan pelayaran rakyat untuk memperluas jaringan distribusi dan meningkatkan kapasitas pengiriman domestik.
“Pelayaran rakyat yang kuat dan berkelanjutan sehingga tumbuh dan naik kelas, merupakan kunci kedaulatan kita di laut. Dengan begitu asas cabotage akan berjalan efektif dan dirasakan untuk kemakmuran seluruh rakyat,” tegasnya.
Tidak kalah pentingnya, kata Amin, yaitu pembukaan rute pengiriman baru untuk memanfaatkan potensi pasar yang belum terlayani di wilayah Indonesia. Sehingga kesenjangan daya saing antar daerah bisa diperkecil serta rakyat bisa menikmati barang kebutuhan dengan harga lebih murah.
Karena itu, lanjut Amin, revisi UU Pelayaran memiliki dampak positif terhadap pelaku usaha logistik, terutama dalam meningkatkan efisiensi dan daya saing sektor logistik. Semua perubahan tersebut harus mampu berkontribusi pada sistem logistik nasional yang lebih terintegrasi, efisien, dan berdaya saing.