Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Hendrik Lewerissa, mengungkapkan tidak ada korelasi yang signifikan antara mengonsumsi minuman beralkohol terhadap tingkat kriminalitas. Justru penyebab utama kriminalitas berasal dari narkotika, bukan alkohol.
Hal tersebut kata Hendrik, di dapat dari hasil kunjungan kerja Baleg DPR ke negara Chile terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol.
“Saya masih ingat betul ketika kita berkunjung ke Chile, dan kita secara resmi menanyakan kepada otoritas di Chile, apa korelasi antara mengonsumsi alkohol dengan tingkat kriminalitas di Chile? jawaban yang resmi yang kita terima dari otoritas di Chile adalah tidak ada korelasi yang signifikan antara mengonsumsi alkohol di masyarakat Chile dengan tingkat kriminalitas yang terjadi. Justru penyebab utama itu berasal dari narkotika, bukan alkohol,” ungkap Hendrik Lewerissa dalam rapat panja Baleg DPR terkait penyusunan RUU Larangan Minuman Beralkohol, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Menurut Hendrik, hal tersebut tidak bisa disamaratakan di setiap negara karena Chile bukan Indonesia yang berbeda situasi, kondisi, sosiologis, antropologi, adat budaya, ideologi.
Tentu masih kata Hendrik, Indonesia tidak bisa mendekati upaya hukum melahirkan suatu Undang-Undang (UU) tentang Minuman Beralkohol ini dengan mengadopsi regulasi yang berlaku di negara lain.
“Tetapi studi perbandingan itu sekurang-kurangnya memberikan masukan kita yang berharga. Perlu ada studi yang lebih mendalam lagi antara korelasi minuman beralkohol dengan implikasi-implikasi negatif di masyarakat,” kata politisi Partai Gerindra ini.
Anggota Komisi VI DPR ini juga setuju dengan nomenklatur bukan larangan minuman beralkohol. Pasalnya, dalam batang tumbuh dalam RUU ini mengandung normanya bersifat pengaturan.
“Mengapa kita tidak menggunakan saja nomenklatur RUU Pengaturan Minuman Beralkohol. Supaya lebih pas dengan materi muatan yang terkandung naskah RUU ini,” jelasnya.
Legislator asal Maluku ini pun menegaskan RUU inisiatif DPR yang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2023 ini, tentu menjadi kontroversi di masyarakat. Dan juga meminta nomenklatur RUU ini harus ditinjau ulang agar ada perubahan dalam naskah RUU.
(Bie)