Jakarta, JurnalBabel.com – Draft/naskah Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang disahkan pemerintah dan DPR pada Paripurna DPR 5 Oktober lalu, hingga kini belum dapat diakses atau dipublikasikan kepada masyarakat. Hal ini menimbulkan persepsi yang keliru di masyarakat. Terutama point-point terkait klaster ketenagakerjaan.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Hendrik Lewerissa, mengatakan bahqa pengesahan UU Cipta Kerja telah melewati proses formal pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 juncto UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Lebih lanjut Hendrik menjelaskan bahwa naskah UU yang sah dan valid adalah naskah UU yang materi muatannya telah disetujui dalam pembicaraan tingkat pertama antara Baleg DPR, perwakilan DPD dan perwakilan Pemerintah pada 3 Oktober 2020 dan selanjutnya telah disetujui dalam pembicaraan tingkat kedua dalam forum Rapat Paripurna DPR pada 5 Oktober lalu.
Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja ini juga memahami jika naskah finalnya belum sempat disiapkan pada saat disetujui dalam Pembicaraan Tingkat Pertama pada 3 Oktober tersebut, karena UU Cipta Kerja ini adalah suatu UU yang jumlah halamannya hampir 1000 halaman.
Sehingga Hendrik menilai tidak mudah untuk menyelesaikan redaksi naskahnya dalam waktu yang relatif begitu singkat setelah pembahasan atas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) selesai dilakukan.
“Tetapi, yang dirapihkan itu hanya kesalahan ketik (typo error) dan kesalahan kesalahan redaksional lainnya dan sama sekali tidak terkait dengan materi muatan atau substansi UU Cipta Kerja,” kata Hendrik dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (10/10/2020).
Anggota Komisi VI DPR ini menambahkan semua anggota Panja RUU Cipta Kerja punya data masing-masing, titik dan koma serta berbagai coretan lainnya. Sehingga, ia menjamin tidak mungkin terjadi penyimpangan terhadap naskah UU Cipta Kerja yang telah disetujui.
“Jika ada yang mengatakan bahwa ada perubahan naskah UU Cipta Kerja pasca ditetapkan, itu hoax, nonsense, omong kosong itu,” tegasnya.
Legislator asal Maluku ini juga bisa memahami informasi distorsif yang banyak beredar di ruang publik karena memang saat ini kita hidup di zaman dimana arus informasi mengalir deras dan masif sekali. Sebab, setiap orang bisa membuat berita dan mempostingnya melalui media online yang ada dan dikonsumsi oleh publik tanpa diverifikasi terlebih dahulu.
Maka dari itu, Hendrik berharap Pemerintah untuk segera melakukan sosialisasi UU Cipta Kerja kepada masyarakat agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang benar, valid dan kredibel, sehingga pemahaman atas UU Cipta Kerja menjadi tercerahkan.
(Bie)