Jakarta, JurnalBabel.com – Seorang mahasiswa bernama Andi Redani Suryanata mengajukan gugatan pembatasan maksimal dua periode masa jabatan anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Andi menggugat Pasal 240 ayat 1 dan Pasal 258 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 240 ayat 1 mengatur sejumlah syarat bagi seseorang untuk menjadi calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Sedangkan pasal 258 ayat 1 mengatur soal syarat calon anggota DPD.
Andi menilai, bunyi kedua pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu, Andi dalam petitumnya meminta MK mengubah bunyi kedua pasal tersebut menjadi: “Syarat calon anggota DPR, DPD, dan DPRD hanya memegang jabatan paling lama 2 (dua) periode dan sesudahnya tidak dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama”.
Dalam berkas gugatannya, Andi menyebut, tidak adanya pembatasan masa jabatan anggota dewan membuka peluang para legislator itu untuk menyalahgunakan kekuasaan seperti korupsi dan nepotisme. Tidak adanya pembatasan masa jabatan diyakini pula akan menghambat regenerasi kepemimpinan.
Seharusnya, lanjut dia, masa jabatan anggota dewan dibatasi maksimal dua periode alias 10 tahun seperti masa jabatan presiden dan wakil presiden. Pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden diatur dalam Pasal 7 UUD 1945.
“Hal ini supaya periode kerja anggota legislatif sama pentingnya dengan periode kerja presiden/wakil Presiden (eksekutif), agar mencegah keabsolutan dan penyalahgunaan kekuasaan,” kata Andi dalam berkas gugatannya yang tertera di situs resmi MK, dikutip Selasa (8/8/2023).
Lebih lanjut, Andi menyebut, tidak adanya pembatasan masa jabatan anggota dewan berpotensi merugikan hak konstitusional warga negara untuk mendapatkan kesempatan setara menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Padahal, kata dia, kesetaraan dan kesempatan yang adil untuk menjadi anggota dewan diatur dalam Pasal 22E ayat 1 UUD 1945.
“Sejatinya jika terdapat pembatasan periodisasi 2 (dua) periode maka hak-hak konstitusional dan nilai keadilan dapat diberikan, yang pada akhirnya generasi baru dengan tenaga dan pikiran baru dapat mengisi jabatan-jabatan lembaga legislatif ke depannya,” kata Andi.
Gugatan yang dilayangkan Andi ini belum teregister secara resmi di MK. Permohonan dia baru dicatat dalam Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (AP3) per 6 Agustus 2023 dengan nomor 87/PUU/PAN.MK/AP3/08/2023.
Dalam gugatan ini, Andi menunjuk tiga kuasa hukum dari kantor hukum Leo & Partners. Salah satunya adalah Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, pengacara yang pernah menggugat ihwal pencopotan sepihak mantan hakim konstitusi Aswanto.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, tidak setuju dengan gugatan tersebut, karena sejak awal tidak ada aturan mengenai pembatasan periode wakil rakyat di parlemen.
“Untuk anggota DPR (batas periode) engga ada (aturannya). Terus apa yang digugat itu?” kata Zulfikar Arse Sadikin seperti dilansir dari kumparan.com, kemarin.
Aturan yang digugat ke MK adalah Pasal 240 ayat (1) dan Pasal 258 ayat (1) UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal tersebut mengatur syarat dan ketentuan menjadi calon anggota DPR, DPD, dan DPRD. Memang dalam pasal tersebut tidak ada batasan periode pemerintahan untuk dewan.
Alasannya, untuk mencegah kekuasaan secara terus-menerus yang dapat membuka peluang lembaga negara melakukan penyimpangan kekuasaan (abuse of power).
Terkait abuse of power, politisi Partai Golkar ini mengatakan seorang legislator tidak mungkin melakukan penyimpangan kekuasaan. Karena di ranah legislatif keputusan harus diambil secara kolektif kolegial, berbeda dengan ranah eksekutif.
“Memang kita ini abuse of power-nya di mana? Kita ini, kan, fungsinya berbeda dengan eksekutif, abuse-nya di mana? Karena kita ini, kan, tidak satu, (tapi) terdiri dari 9 fraksi dan apa-apanya diputuskan lewat rapat,” kata Zulfikar yang duduk sebagai wakil rakyat sejak 2019.
“Tidak ada primus inter pares-nya, semuanya fraksi, kan, harus terlibat. Beda eksekutif, kan eksekutif ada pemutus tunggalnya,” lanjutnya.
Untuk itu, menurut Zulfikar jika ia menjadi bagian dari MK ia akan menolak gugatan tersebut.
“Kalau kita di DPR tergantung partainya, tergantung internal partainya (kebijakan pencalonan). Kalau dicalonkan partai dipilih masyarakat terpilih lagi mau bagaimana? Harusnya (gugatan) ditolak itu,” ujar Anggota Komisi XI DPR ini. (Bie)