Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR yang membidangi masalah Kesehatan, Ashabul Kahfi, meminta BPJS Kesehatan terus memperbaiki pelayanannya kepada masyarakat. Pasalnya, BPJS didirikan sebagai perpanjangan tangan negara untuk dalam perbaikan kesejahteraan sosial di bidang kesehatan.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menjabarkan pelayanan yang perlu perbaikan BPJS Kesehatan ke depan. Hal itu berdasarkan sejumlah keluhan dari masyarakat yang ia terima selama ini.
Pertama, perbaikan dan evaluasi layanan online BPJS Kesehatan butuh waktu 2 hingga 3 hari setelah aduan. Ia membandingkan sigapnya layanan online WiFi tidak lebih dari 1×24 jam. Padahal layanan ini kesehatan berkaitan dengan nyawa manusia.
“Mereka (warga) bandingkan layanan online seperti Indihome, satu kali 24 jam langsung direspon. Padahal ini soal jaringan, tapi cepat sekali,” kata Ashabul Kahfi dalam rapat dengar pendapat Komisi IX DPR dengan BPJS Kesehatan, Kamis (20/1/2022).
“Sementara BPJS mengurusi manusia tapi kok sampai 3 hari. Tolong ke depan, sistem online perlu diperbaiki,” lanjutnya.
Legislator asal Sulawesi Selatan (Sulsel) ini mengaku sudah beberapa kali menyampaikan langsung hal itu kepada Direktur BPJS Kesehatan Andi Afdal yang sama-sama berasal dari Sulsel.
“Kadang saya sendiri hubungi pak Afdal, ini teman saya ini. Saya sampaikan keluhan kok lama sekali,” katanya.
Kedua, evaluasi dan perbaikan layanan perluasan kepesertaan. Warga yang mau pindah faskes butuh waktu 1 hingga 3 bulan. Ashabul menyontohkan, ia tinggal di Kota Makassar pindah ke Jakarta butuh 1 bulan untuk perpindahan status kepesertaan.
“Ini perlu dievaluasi. Orang sudah bisa mati kalau harus menunggu sampai satu bulan, 3 bukan. Kenapa umumnya Jasindo kita bisa pakai di mana-mana tanpa tunggu waktu. Ini perlu evaluasi,” katanya.
Ketiga, perbaikan layanan denda. Menurutnya, denda BPJS Kesehatan lebih besar daripada tunggakan. Baginya itu konyol dan lucu.
“Contohnya tunggakan Rp3,5 juta supir saya. Ia mau ambil tindakan cecar untuk istrinya tapi harus bayar denda Rp3,7 juta. Ini lucu, denda lebih tinggi dari tunggakan,” kata Kahfi.
Mantan dosen Universitas Muhammadiyah Makassar itu mengingatkan BPJS kesehatan sebagai perpanjangan tangan negara tidak boleh berideologi koorporat yang mengedepankan keuntungan semata.
“Tolong Pak perlu evaluasi lagi. Kalau tidak BPJS berideologi koorporat utamakan keuntungan dan tidak mau rugi. Padahal kehadirannya semata-mata perlindungan sosial bidang kesehatan, masa denda lebih tinggi dari pada tunggakan,” katanya. (Bie)