Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi I DPR, Sukamta, menilai pemerintah merupakan pihak yang paling membutuhkan kehadiran Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) karena terdapat banyak pelanggaran data “breach”.
Data “breach” atau pelanggaran data adalah insiden keamanan di mana informasi diakses tanpa adanya otorisasi. Pelanggaran data dapat merugikan bisnis dan konsumen dalam berbagai aspek.
Sukamta mengungkapkan berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mayoritas korban data “breach” adalah pemerintah, yaitu 60 kali pelanggaran data “breach” dilakukan pemerintah, sedangkan dari penegak hukum dan energi masing-masing 5 kasus serta keuangan 4 kasus.
“Pelanggaran data “breach” ini memperkuat argumen jika otoritas pengawas perlindungan data yang dilakukan pemerintah tidak akan mungkin efektif berlaku,” kata Sukamta dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (9/4/2022).
Hal itu, menurut dia, dibalik keinginan pemerintah agar lembaga pengawas data pribadi berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak akan bisa berjalan efektif.
Dia menjelaskan pelanggaran sebagian besar berasal dari faktor internal termasuk kelalaian, sedangkan faktor eksternal akibat penggunaan kredensial yang lemah, sistem rentan diretas, adanya serangan malware, dan kemungkinan adanya serangan yang menargetkan mitra bisnis.
Sukamta mengingatkan pemerintah bahwa RUU PDP ini sangat krusial untuk segera diselesaikan agar bisa segera memberikan manfaat dan perlindungan kepada rakyat Indonesia.
“RUU PDP ini selain melindungi data pribadi, juga berhubungan dengan optimalisasi potensi digital Indonesia yang diperkirakan AlphaBeta pada tahun 2030 mencapai 160,8 miliar dolar AS,” ujarnya.
Menurut dia, potensi ekonomi besar itu seharusnya memberikan dampak ekonomi dan memberikan rasa aman bagi rakyat Indonesia, bukan malah menguntungkan pihak asing.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI itu menilai ketiadaan UU yang mengatur soal perlindungan data dan data pribadi hanya akan menguntungkan pelaku eksploitasi berbagai pihak.
“Sementara ini, pelaku bisnis digital masih didominasi pelaku bisnis luar negeri. Negara seharusnya memberikan perlindungan maksimal kepada dunia digital dan khususnya data-data digital rakyat Indonesia. Pemerintah sangat berkepentingan agar RUU PDP segera disahkan,” katanya. (Bie)