Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR, Supriyanto, meminta penyelenggara Pilkada serentak 2020 tidak memaksakan pasien isolasi Covid-19 ikut mencoblos atau menggunakan hak suaranya yang dijamin oleh konstitusi. Namun hal itu dilakukan apabila pasien benar-benar tidak sadarkan diri.
“Kalau pasien sudah tidak sadarkan diri, saya kira tidak usah lah (ikut mencoblos-red). Karena orang memilih itu harus sadar secara pikiran yang sehat. Logikanya kan begitu,” kata Supriyanto saat dihubungi jurnalbabel.com, Minggu (6/12/2020).
Beberapa hari sebelum hari pencoblosan Pilkada 2020, Rabu 9 Desember, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengunggah sebuah komik yang lekas dihujat warganet. Komik yang diunggah di akun Twitter @KPU_ID tersebut menginformasikan cara pemilihan bagi pasien Covid-19 ditempat mereka diisolasi.
“Setiap suara sangat berarti. Prinsip ini juga yang melatarbelakangi KPU untuk memastikan… pasien COVID-19 dan rawat inap tetap dapat [meng]gunakan hak pilihnya di 9 Desember nanti. Petugas dan saksi datang menggunakan APD (Alat Pelindung Diri),” tulis KPU, Rabu (2/12/2020).
Seorang warganet lalu membalas, “Orang sehat aja ga peduli soal pemilu, apalagi kondisi lagi bahaya kayak gini.” Lainnya berkata, “Setiap suara sangat berarti? Bagaimana dengan suara dari tenaga kesehatan se-Indonesia?” Warganet berikutnya memperingati: “mohon dipertimbangkan kembali keselamatan tenaga KPU dan saksi, serta risiko kontaminasi surat suara dan kotak suara.”
Apabila pasien isolasi Covid 19 dalam keadaan sadar, lanjut Suprianto, suara pasien Covid-19 yang sedang dirawat akan diambil oleh dua petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang didampingi pengawas maupun petugas kesehatan, bila perlu saksi.
“Nanti kan ada petugas itu di ruang pasien isolasi Covid, kalau memungkinkan. Kalau bisa diberikan. Selama orang masih hidup diberikan hak suaranya, kan logikanya begitu,” tegasnya.
Apabila hak suara pasien isolasi Covid-19 tidak dipergunakan, kata dia, akan menjadi permasalahan.
“Misalkan di suatu kabupaten/kota itu ada 20 pasien yang di isolasi. Sementara selisih suaranya hanya 10 suara. Kemudian yang 20 ini tidak milih, nanti ramai lagi,” jelasnya.
Menurut politisi Partai Gerindra ini, Pilkada ditengah pandemi Covid-19 bukan suatu keadaan yang biasa. Maka pelaksanaannya juga harus dengan cara yang luar biasa.
“Suatu kondisi yang luar biasa, perilaku saja harus yang luar biasa,” ujarnya.
Meski demikian, legislator asal Jawa Timur ini berharap Pilkada serentak 2020 ini tidak menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.
“Klaster apapun dimana pun bisa terjadi. Karena hak pilih warga menjadi bagian penting dari proses demokrasi, maka tetap diupayakan agar itu dihargai dengan protokol kesehatan yang sudah diatur,” pungkasnya.
Mekanisme Pencoblosan
Ketentuan untuk pemilih dalam kondisi menderita Covid-19 tercantum dalam PKPU 6/2020.
Dalam PKPU tersebut, tepatnya Pasal 73 Ayat 1 PKPU 6/2020, disebutkan bahwa petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) dapat mendatangi pemilih yang sedang menjalani isolasi mandiri agar tetap dapat menggunakan hak pilihnya.
Tidak hanya pasien isolasi mandiri, tetapi pasien yang sedang dirawat di rumah sakit juga bisa menggunakan hak pilihnya dengan persetujuan saksi dan Panwaslu kelurahan/desa atau pengawas TPS.
Kemudian, pada Pasal 73 Ayat 2 disebutkan, petugas KPPS yang mendatangi pemilih berjumlah dua orang.
Mereka akan didampingi oleh panitia pengawas pemilu (Panwaslu), pengawas TPS, beserta saksi.
Sementara itu, pada Ayat 4, diatur mengenai waktu pemilihan bagi pasien Covid-19 yang sedang dirawat atau isolasi mandiri. Adapun pasien baru bisa memilih pukul 12.00 WIB.
Kendati demikian, KPU tidak membiarkan petugas datang begitu saja ke lokasi isolasi atau ruang rawat rumah sakit untuk bertemu pemilih.
Pada Pasal 73 Ayat 5 huruf c diatur bahwa petugas yang datang akan menggunakan APD.
Kemudian, pada Pasal 73 Ayat 5 huruf e, petugas diminta tetap menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Terkait data pemilih yang terjangkit Covid-19 didapatkan dengan hasil koordinasi dan akhirnya diserahkan ke KPPS melalui panitian pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS).
(Bie)