Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR, Mohamad Muraz menilai usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak selanjutnya digelar pada 2026 atau setelah Pemilu 2024, tidak masuk akal, menggampangkan permasalah serta melanggar perundang-undangan yang ada.
“Tapi kalau mengingat keuntungan dan kepentingan pribadi para kepala daerah yang akan diperpanjang pasti setuju,” kata Muraz dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/2/2021).
KPU RI melalui Komisionernya Hasyim Asyari mengusulkan Pilkada Serentak selanjutnya digelar tahun 2026. Ia juga mengusulkan memperpanjang masa jabatan kepala daerah sampai pelaksanaan Pilkada Serentak di tahun 2026.
Jika masa jabatan kepala daerah yang mau habis masa jabatannya bisa diperpanjang, maka posisi kepemimpinan daerah tidak perlu lagi diisi Penjabat atau Pelaksana tugas (Plt) untuk durasi waktu yang lama. Hal demikian agar terjadi penataan secara serentak desain pemilu Indonesia.
Usulan KPU ini juga berangkat dari adanya wacana Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang saat ini sedang digodok DPR. Dalam prosesnya, isu yang menguat dalam revisi UU Pemilu yakni adanya pengaturan ulang (normalisasi) jadwal Pilkada di 2022 dan 2023.
Lebih lanjut Muraz mengungkapkan usulan ini nanti akan nyusul kepentingan-kepentingan pribadi seluruh pejabat yang dipilih. Artinya, kata dia, kalau ada kepala daerah yang diperpanjang masa jabatannya, maka para anggota DPRD, DPD, DPR RI bahkan Presiden harus diperpanjang juga.
“Jadi nggak perlu ada Pemilu sampai dengan 2026, enak banget ya,” katanya menyindir.
Menurut mantan Wali Kota Sukabumi ini, seharusnya masalah penyelenggaran Pilkada serentak selanjutnya ini mendengarkan aspirasi rakyat. Pasalnya, kedaulatan bangsa ini berada di tangan rakyat.
“Masalahnya sekarang yang punya kedaulatan itu adalah rakyat. Coba tanya rakyatnya setuju kagak?” ujarnya.
Politisi Partai Demokrat ini mengaku usulan KPU ini sangat menguntungkan dirinya. Namun ia tidak setuju dengan usulan KPU ini karena ia juga yakin rakyat tidak setuju. Pasalnya, pungkas dia, harapan rakyat adalah perjuangan Demokrat.
“Jadi baiknya UU Pemilu dan UU Pilkada di revisi dan Pilkada tetap dinormalisasi kembali dilaksanakan mulai 2022, 2023,” pungkasnya. (Bie)