Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR Hanan A Rozak menyebut terjadinya pasangan calon (paslon) kepala daerah tunggal dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) merupakan atas kehendak partai politik (parpol). Pasalnya, parpol sebagai representasi masyarakat yang memiliki hak mencalon paslon kepala daerah.
Selain itu, kata Hanan, calon tunggal melawan kotak kosong diperbolehkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku serta diperkuat dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 100/PUU-XIII/2015.
“Calon tunggal memungkinkan lawan kotak kosong. Artinya bahwa partai-partai disana representasi masyarakat memilih diwakili partai, tahap awal yang menentukan itu kan partai, itu representasinya di partai. Partai menghendaki seperti itu, sudah gambaran masyarakat di wilayah itu dan aturannya memungkinkan tidak masalah,” kata Hanan A Rozak saat dihubungi, Rabu (12/8/2020).
Untuk memperkuat maupun membenahi adanya paslon tunggal di Pilkada, kata Hanan, pihaknya saat ini sedang mempersiapkan Rancangan Undang-Undang Nomor tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu). RUU inisiatif DPR ini sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020.
“Nanti kita diskusikan dengan teman-teman di DPR. Para ahli kan sudah memberikan pendapat, mungkin dalam waktu dekat draft RUU Pemilu sudah selesai dan segera diserahkan,” ujarnya.
Lebih lanjut politisi Partai Golkar ini mengatakan paslon tunggal bisa saja kalah melawan kotak kosong. Selanjutnya pemerintah menunjuk pejabat (pj) kepala daerah untuk mengisi kekosongan pemerintahan sampai ada Pilkada berikutnya.
“Kan aturannya memungkinkan. Pj kan satu tahun diperpanjang lalu satu tahun lagi diperpanjang,” jelasnya.
Bupati Tulang Bawang periode 2012-2017 ini memaparkan tahapan pencalonan kepala daerah. Pertama, memenuhi berbagai persyaratan atau tidak. Selanjutnya parpol yang menentukan pencalonannya. Sementara untuk calon independen, masyarakat yang menentukan.
Masuk ke tahap pemilihan, semua kembali kepada masyarakat yang menentukan. Pasalnya, kata Hanan, sistem Pilkada yang kini diterapkan di Indonesia yakni pemilihan langsung oleh rakyat, bukan perwakilan oleh DPRD.
“Begitu di pemilihan, rakyat yang menentukan. Suara masing-masing bukan suara perwakilan. Sikap rakyat kelihatan disitu,” katanya.
Terdapat salah satu solusi untuk mencegah paslon tunggal di Pilkada, yakni memperlonggar persyaratan calon independen. Opsi tersebut katanya akan di evaluasi melalui RUU Pemilu.
“Nanti kedepan kita berdasarkan pengalaman pilkada serentak sebelumnya, ternyata ada tren peningkatan calon tunggal, nanti kita evaluasi disitu,” pungkas legislator asal Lampung ini.
Sebelumnya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memperkirakan, calon tunggal melawan kotak kosong akan terjadi di 31 daerah pada Pilkada 2020 mendatang. Daerah potensial itu terdiri dari 26 kabupaten dan lima kota dari 270 daerah yang menggelar pilkada serentak tahun ini.
“Tetapi ini masih bisa berubah karena masih sangat dinamis, tahu sendiri proses pencalonan di pilkada kita cenderung injury time,” ujar Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini dalam diskusi virtual, Selasa (4/8).
(Bie)