Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR, Ongku Parmonangan Hasibuan, menyatakan kemunduran demokrasi Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata usulkan agar kepala daerah dipilih langsung oleh pemerintah pusat. Pasalnya, ada sejumlah daerah yang masyarakatnya belum siap mengikuti pilkada langsung.
Selain itu, penyelenggaraan pilkada langsung belum mampu melahirkan pemimpin yang berintegritas. Masih banyak permasalahan di daerah yang belum bisa diselesaikan oleh kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat.
Nantinya kepala daerah yang ditunjuk dapat dievaluasi secara berkala. Jika tidak mampu menyelesaikan masalah di daerah, maka diberhentikan dari jabatannya.
“Usulan boleh-boleh saja, tentu KPK punya dasar pemikiran tertentu untuk mengusulkan seperti itu. Namun dari sisi Demokrasi kita, kalau kembali ke situ, menurut saya itu suatu kemunduran,” kata Ongku P Hasibuan kepada jurnalbabel.com, Kamis (15/12/2022).
Menurut Ongku, apabila ditemukan banyak hal yang perlu diperbaiki dalam implementasi proses Demokrasi itu, harus diperbaiki, tidak harus kembali ke system lama dan merenggut hak penentuan pemimpin di daerah oleh masyarakatnya.
Lebih lanjut Politisi Partai Demokrat ini mengatakan praktek-praktek yang dipandang masih kurang baik, itu yang mesti dicarikan solusinya.
Ia mengambil contoh dalam hal terjadi korupsi. Ia berpandangan hukumannya seperti kepala daerah yang terbukti korupsi di atas Rp5 – 25 Miliar, dihukum minimal 5 tahun penjara, disita hartanya dan keluarga intinya sampai sejumlah nilai korupsinya, serta dicabut hak politiknya (untuk memilih dan dipilih) 5 tahun, baik sebagai legislatif maupun eksekutif.
“Kalau korupsinya di atas Rp25 miliar, disita hartanya dan harta keluarga intinya sampai sejumlah nilai korupsinya, serta dicabut hak politiknya 25 tahun atau sejenisnya lah,” jelasnya.
Legislator asal Sumatera Utara ini menambahkan Jaksa yang menuntut di bawah angka tersebut dan hakim yang memutus dibawah ancaman minimum tersebut harus diperiksa.
“Bila terbukti ada persekongkolan, maka jaksa dan hakimnya juga dihukum keras, seperti pemecatan tidak dengan hormat dan kehilangan hak pensiun, serta pencabutan semua penghargaan yang pernah diterima, penyitaan harta, hukuman penjara setidaknya sama dengan yang diterapkan ke koruptornya, plus hak politik yang dicabut seumur hidup,” paparnya.
(Bie)