Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Santoso, menduga ada kekhawatiran dari Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk membongkar kejahatan keuangan terkait lingkungan hidup atau Green Financial Crime (GFC). Sementara sumber daya alam (SDA) yang dimiliki Indonesia sangat besar.
Pasalnya, Santoso menilai nominal GFC yang ditemukan PPATK pada 2022 sebesar Rp4,8 triliun sangat kecil dan tidak wajar, dan itu ia duga hanya menyasa pihak-pihak yang melakukan pelanggaran. Bukan menyasar pada perusahaan-perusahaan besar, sementara diketahui di Indonesia ada orang terkaya dari hasil tambang.
Selain itu, Santoso menilai apabila hal itu terkendala oleh PPATK karena baru mau bergabungnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ini hanya dibuat-buat.
“PPATK harus menyasar kepada perusahaan-perusahaan besar itu agar tidak melakukan green financial crime terhadap SDA Indonesia. Saya khawatir ada ketakutan dari PPATK untuk mengungkap ini,” ungkap Santoso saat rapat kerja Komisi III DPR dengan Kepala PPATK di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/2/2023).
Kekhawatiran Santoso itu diperkuat dengan laporan PPATK tentang pengawasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT), semua ditindaklanjuti oleh Densus 88 Polri, BNPT, BIN, Dirjen Bea Cukai.
“Mana polisi, tidak ada disini (laporan TPPU, TPPT). Artinya semuanya aman. Jadi dari desain yang saudara laporkan saja sudah terbaca bahwa saudara juga melindungi. Atau ada kekuatan yang maha dahsyat sehingga PPATK tidak berani mengungkap ini,” tegasnya.
Sebab itu, politisi Partai Demokrat ini meminta kedepan aparat penegak hukum yang menjadi persoalan penemuan PPATK harus diungkap dan dilaporkan.
“Jadi harus jelas, jangan abu-abu pak. Anggaran jalan terus, tapi kegiatannya bersifat melaporkan setelah itu lepas tangan. Menurut saya harus ada program yang berkesinambungan dari PPATK,” pungkas legislatar asal DKI Jakarta ini.
(Bie)