Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Supriansa, mempertanyakan skandal uang ilegal yang beredar di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sejak 2009 sampai 2023, baru terungkap sekarang, bahkabelum ada Aparat Penegak Hukum (APH) yang bertindak.
Pernyataan tersebut diungkapkan Supriansa saat rapat kerja dengan Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/4/2023).
“Siapakah yang terlibat di angka-angka yang besar ini, sehingga sulit aparat penegak hukum kita menindaklanjuti. Siapa yang mesti bertanggung jawab pada semua ini. Kenapa berlarut-larut dari 2009 sampai dengan 2022, bahkan 2023. Jumlah yang besar ini, sudah berganti kepala PPATK berkali-kali, berarti barang ini sudah lama, kenapa dibiarkan ini,” kata Supriansa.
Politisi Partai Golkar ini mempertanyakan di mana peran aparat penegak hukum dalam skandal uang ilegal yang beredar di Kementerian Keuangan.
“Apakah ini di kepolisian, apakah ini di KPK, apakah ini di Kejaksaan. Apa kendalanya mereka-mereka Prof,” tanya Supriansa.
Dia pun berterima kasih kepada Mahfud MD yang berani mengungkap ini ke publik, sehingga ada upaya untuk menjernihkan skandal tersebut.
“Terima kasih karena ada Prof Mahfud yang berani mengungkap ini, sehingga ini bisa terbuka. Ada angka yang begitu besar Rp275 triliun rupiah yang tidak diproses, yang tidak ditindaklanjuti dan kita diam-diam saja. Angka Rp275 triliun ini, jika dibagi masyarakat miskin Indonesia mereka bisa menjadi pengusaha UMK yang baru. Dari pada dibiarkan dicuri digelapkan, atau tidak dipertanggungjawabkan,” ungkap Supriansa.
Terkait dengan satgas yang dibentuk oleh Komite TPPU, dia menyarankan agar satgas tersebut melibatkan aparat penegak hukum, sehingga proses penyidikan bisa langsung berjalan.
“Saya menyambut baik dengan niatnya Komite TPPU untuk membentuk satgas, kami tentu menyambut baik. Apakah tidak sebaiknya satgas terencana yang dibuat Prof Mahfud dan kawan-kawan di Komite TPPU ini, dibantu aparat penegak hukum. Sehingga aparat penegak hukum bisa langsung melakukan penyidikan,” kata Supriansa seperti dikutip dari situs resmi DPR RI.
Diketahui, nominal Rp275 triliun adalah jumlah transaksi dari 200 surat yang dilayangkan PPATK ke Kemenkeu, sedangkan nominal Rp74 triiliun adalah jumlah transaksi dari 100 surat yang dilayangkan PPAT ke APH, sehingga total keseluruhan transaksi janggal sebanyak Rp349 triliun.
Dari 200 surat tersebut, tindak lanjut berupa selesai follow-up sebanyak 186 surat, 193 pegawai yang mendapatkan hukuman disiplin, dan hanya 9 surat yang ditindaklanjuti APH.
(Bie)