Jakarta, JurnalBabel.com – Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) membuka peluang mempidanakan konsumen prostitusi.
Anggota Komisi III DPR, Supriansa, mengaku setuju bila adanya aturan tegas bagi pelaku, konsumen hingga mucikari.
“Iya saya setuju kalau di KUHP yang baru nanti secara tegas diatur mulai dari pelaku sampai penikmat dan mucikari jasa prostitusi dihukum semuanya,” kata Supriansa, Minggu (2/1/2022).
Lebih lanjut Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini mengungkapkan aturan ini bisa berkiblat pada pola penanganan kasus narkoba. Dalam kasus narkoba penjual, bandar dan pemakai diberikan hukuman.
“Kita bisa berkiblat dengan pola penanganan kasus narkoba yaitu mulai penjual, bandar, dan pemakai kena hukum semuanya,” ungkapnya.
Politisi Partai Golkar ini menambahkan, hal ini perlu dilakukan agar menimbulkan efek jera bagi para pelaku dan penikmat prostitusi.
“Kenapa harus begitu supaya menjadi efek jera bagi pelaku dan penikmat jasa prostitusi,” ujarnya.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan kriminalisasi hidung belang merupakan kewenangan DPR-pemerintah. Saat ini di DPR teronggok RKUHP yang sudah disahkan di tahap I dan bisa menjerat ‘si hidung belang’ masuk penjara, termasuk yang ‘berselimut hidup’ dengan artis.
“Meskipun KUHP tidak mengatur hal demikian, akan tetapi di dalam Rancangan KUHP Pasal 483 ayat (1) huruf e tersebut telah disusun konstruksi hukum yang mengenakan pidana terhadap orang yang melakukan perzinahan, walaupun tidak dalam perkawinan,” demikian mantan hakim MK HAS Natabaya.
Hal itu disampaikan saat menjadi ahli judicial review KUHP di MK pada 2016. Duduk sebagai pemohon adalah Robby Abbas. Di mana Robby dihukum 16 bulan penjara di kasus muncikari artis dengan dikenai Pasal 296 KUHP pada 2015.
Robby tidak mau masuk penjara sendirian. Ia juga berharap konsumen yang menikmati artis yang ia jajakan juga masuk penjara. Namun, Robby terbentur Pasal 296 KUHP dan Pasal 506 yang hanya memidanakan muncikari, sedangkan penikmatnya tidak bisa dipenjara.
Dalam draf RKUHP itu, pasal zina akan diluaskan terhadap siapa pun yang hidup bersama sebagai suami-istri di luar perkawinan. Atau lazimnya disebut dengan istilah ‘kumpul kebo’. Berikut bunyi Pasal 418 ayat 1 itu:
“Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”
Denda kategori II adalah maksimal Rp 10 juta. Namun, tidak semua ‘kumpul kebo’ bisa dikenai delik. Ada syaratnya, yaitu harus ada aduan dari suami, istri, orang tua, atau anaknya. Selain itu, kepala desa (kades) bisa mengadu ke polisi apabila di wilayahnya ada yang melakukan ‘kumpul kebo’. Namun, aduan kades atas persetujuan keluarga pelaku.
Lalu bagaimana nasib RKUHP kini? Pada 2019, DPR sudah mengesahkan di tahap I. Namun saat hendak masuk tahap II, ribuan mahasiswa menolaknya. Akhirnya RKUHP itu kini terkatung-katung lagi di DPR. (Bie)
Sumber: detik.com