Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Santoso, menilai vonis hukuman mati untuk terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, sudah sesuai dengan aspirasi publik.
Santoso berkeyakinan putusan hakim itu tidak ada campur tangan apalagi intervensi pihak manapun.
“Meskipun keputusan hakim adalah bebas merdeka tanpa intervensi dari pihak manapun, keputusan itu sesuai dengan aspirasi masyarakat,” kata Santoso kepada wartawan, Senin (13/2/2023).
Sebab itu, politisi Partai Demokrat meminta dan berharap vonis hukuman mati yang sudah sesuai dengan aspirasi masyarakat tetap dikawal. Pasalnya, bisa saja vonis menjadi lebih ringan apabila Sambo mengajukan banding atas keputusan hakim.
“Ya (perlu dikawal-red),” kata Santoso.
Diketahui, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menjatuhkan hukuman mati terhadap mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo. Majelis hakim menyatakan Ferdy Sambo terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Perbuatan itu dilakukan Ferdy Sambo bersama-sama dengan istrinya Putri Candrawathi, ajudannya Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR serta sopirnya Kuat Ma’ruf.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama,” kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan terhadap Ferdy Sambo di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana mati,” kata Hakim Wahyu menambahkan.
Selain pembunuhan berencana, majelis hakim juga menyatakan Ferdy Sambo terbukti melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Perbuatan itu dilakukan Ferdy Sambo bersama-sama dengan anak buahnya, yakni Hendra Kurniawan, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Agus Nurpatria, dan Irfan Widyanto.
(Bie)