Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi Kesehatan (Komisi IX) DPR, Yahya Zaini, menyayangkan langkah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang tak merestui kelanjutan uji klinis fase II Vaksin Nusantara. Padahal, kata dia, sejak uji klinik fase pertama, Vaksin Nusantara telah mendapatkan izin dari BPOM.
Hal ini tentu menimbulkan tanda tanya. Sebab, kata Yahya, penolakan BPOM terhadap kelanjutan vaksin ini menunjukkan bahwa BPOM lengah di awal dan baru menyatakan kekurangannya ketika sudah memasuki tahap uji klinik fase kedua.
“Sangat disayangkan rekomendasi BPOM, justru mengembalikan uji klinis fase pertama ke tahap pra-klinis dengan alasan ada tahapan atau proses yang belum dilengkapi. Seharusnya hal demikian tidak perlu terjadi, karena yg memberikan izin uji klinis fase pertama juga BPOM. Ini menunjukkan adanya kekuranghati-hatian dalam memberikan persetujuan uji klinis fase pertama,” kata Yahya saat dihubungi, Kamis (15/4/2021).
Politikus Partai Golkar ini menuturkan, dalam rapat kerja dengan Menteri Kesehatan serta Rapat Dengar Pendapat dengan BPOM beberapa waktu lalu, Komisi IX sudah mendesak BPOM untuk segera mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK) fase kedua. Bahkan, kata dia, dalam kesimpulan rapat itu juga diberikan tenggat waktu yang limitatif agar BPOM segera mengeluarkan persetujuan.
“Tetapi BPOM mengabaikan hasil rapat tersebut. Padahal kesimpulan rapat antara DPR dan pemerintah sifatnya mengikat kedua belah pihak,” ujar Yahya.
Yahya meminta BPOM tidak mempersulit izin uji klinis Vaksin Nusantara di tahap-tahap berikutnya. Hal ini mengingat masyarakat Indonesia sangat mendambakan vaksin mandiri untuk mengurangi ketergantungan terhadap vaksin impor.
Kehadiran Vaksin Nusantara, kata dia, diharapkan dapat memenuhi harapan tersebut, sekaligus sebagai kebanggaan karya anak bangsa.
“Apalagi perjalanannya sudah memasuki uji klinis fase pertama. Sehingga diharapkan tidak terlalu lama segera memasuki uji klinis tahap kedua,” katanya.
Seperti diketahui, Kepala BPOM Penny K Lukito dengan tegas menyebut bahwa Vaksin Nusantara gagasan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tak memenuhi kaidah ilmiah. Akibatnya, Vaksin Nusantara belum bisa dilanjutkan ke fase berikutnya karena belum memenuhi sejumlah syarat.
Syarat yang wajib dipenuhi yakni cara uji klinik yang baik (good clinical practical), proof of concept, good laboratory practice, dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice).
Terkait syarat proof of concept, Penny mengungkapkan, antigen yang digunakan pada vaksin tersebut tidak memenuhi pharmaceutical grade.
Selain itu, hasil uji klinis fase pertama terkait keamanan, efektivitas, atau kemampuan potensi imunogenitas untuk meningkatkan antibodi juga belum meyakinkan. (Bie)