Jakarta, JurnalBabel.com – Proyek Bukit Algoritma yang mangkrak sejak groundbreaking dua tahun lalu, berpotensi membebani keuangan negara meskipun diklaim tidak menggunakan APBN. Pelibatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Amarta Karya dalam proyek ini, pada akhirnya bisa menyeret keuangan negara.
Hal itu dikatakan Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak, menjawab pertanyaan media terkait mangkraknya proyek yang digadang-gadang sebagai ‘silicon valeynya’ Indonesia itu.
Menurut Amin, dari sejumlah kasus proyek bermasalah antara lain LRT Palembang, Bandara Kertajati, dan lain-lain, meskipun awalnya tidak menggunakan anggaran dari negara, karena proyek bermasalah, negara terpaksa menyuntikkan modal kepada BUMN atau perusahaan-perusahaan yang belum menyelesaikan proyek tersebut.
“Saat BUMN mengerjakan megaproyek bernilai triliunan rupiah, biasanya mereka menerbitkan surat utang dengan jaminan pemerintah. Karena keuangan BUMN akan mengalami ‘bleeding’ jika tidak menerbitkan surat utang,” beber Amin.
Agar investor swasta mau membeli surat utang tersebut, maka dibutuhkan jaminan dari pemerintah. Dengan cara itu, swasta yakin jika terjadi masalah dengan proyek, investasi mereka mendapatkan proteksi lewat penjaminan pemerintah.
“Saya khawatir, meskipun proyek Bukit Algoritma sampai saat ini mangkrak, namun investasi sudah dikucurkan. Perlu audit dan investigasi untuk mencegah APBN terseret oleh proyek ini,” kata Amin.
Lebih jauh Amin mengungkapkan, berbagai proyek mangkrak yang ada, itu semua karena buruknya perencanaan. Proyek tidak didukung dengan studi kelayakan atau ‘feasibility studies’ yang dilakukan secara profesional.
“Sejak awal, Gubernur Ridwan Kamil sudah mengingatkan kelemahan proyek Bukit Algoritma ini. Tapi peringatan itu dianggap angin lalu,” ujar Amin.
Konsep silicon valey itu menggabungkan tiga pliar yakni, Universitas dengan kapasitas riset dan inovasi tinggi, industri pendukung yang mendukung inovasi, serta institusi finansial yang siap mendanai proyek riset dan rintisan (start up).
Disinyalir ketiga pilar yang akan menopang keberlangsungan proyek tersebut tidak terwujud. Dalam dua tahun terakhir sejak groundbreaking, tidak ada terobosan riil untuk memenuhi tiga pilar tersebut.
Selain itu, Amin menilai, selain tidak memiliki perencanaan matang, proyek bukit Algoritma tidak mempertimbangkan situasi nasional maupun global yang dihantam pandemi. Banyak perusahaan besar tumbang terdampak pandemi, apalagi proyek rintisan.
“Untuk mencegah munculnya kerugian negara yang timbul sebagai dampak ikutan kegagalan proyek ini, harus ada audit. BUMN Amarta Karya harus memberi penjelasan kepada publik. Komisi VI DPR akan mendalami masalah tersebut”, pungkas politisi PKS ini.
(Bie)