Jakarta, JurnalBabel.com – Komisi II DPR menilai banjirnya gugatan uji materi perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 ke Mahkamah Konstitusi (MK), akibat kinerja baik Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam mengawasi penyelenggaran pesta demokrasi di tengah pandemi covid-19.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP), Syamsurizal mengatakan jumlah gugatan sengketa hasil Pilkada ke MK per hari ini sebanyak 82 gugatan, harus dilihat dari beberapa kriteria faktor penyebabnya. Pertama, seperti diatur dalam Pasal 157 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada bahwa selisih suara yang dapat digugat ke MK yakni 0,5 – 2 persen suara.
Kedua, klaim pelanggaran Pilkada diadukan oleh tim yang menurut tim lawan melanggar peraturan. Ketiga, lanjut dia, yang menjadi faktor utama banjirnya gugatan ke MK ini karena kinerja baik Bawaslu menemukan banyak beberapa pelanggaran Pilkada yang mestinya tidak terjadi. Sehingga salah satu paslon yang bersangkutan menang.
“Adanya juga yang melakukan kampanye di masa tenang, lalu dia menang. Ini digugat paslon. Jadi banyaknya gugatan ke MK akibat kerja baik dari Bawaslu,” kata Syamsurizal saat dihubungi jurnalbabel.com, Senin (21/12/2020).
Legislator asal Riau ini menambahkan di daerahnya terdapat satu dari 9 hasil Pilkada yang digugat ke MK, yakni di Kabupaten Kepulauan Meranti. Namun berdasarkan keterangan KPU, saat ini di Riau terdapat dua hasil Pilkada 2020 digugat ke MK.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Supriyanto menjelaskan hak dari setiap pasangan calon (paslon) mengajukan gugatan sengketa hasil Pilkada ke MK melalui jalur konstitusional, ketika hasil Pilkada diputuskan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak memuaskan.
Berbeda dengan Syamsurizal, Supriyanto mengungkapkan faktor yang membuat banjir gugatan Pilkada ke MK yakni kedekatan pemilih dengan paslon. Mengapa demikian? Dijelaskankan karena Pilkada 2020 ditengah pandemi, kampanye terbuka dibatasi. Sehingga paslon lebih banyak melakukan pertemuan secara terbatas.
Menurutnya, pertemuan terbatas ini membuat tingkat pengenalan pemilih dengan paslon menjadi baik. “Pemilih semakin dekat dengan calon, sehingga selisih suara sedikit saja, dia ada kecenderungan melakukan gugatan. Akan membela mati-matian,” ungkap Supriyanto saat dihubungi terpisah.
Faktor lainnya, tambah dia, salah satunya paslon sudah keluar dana yang cukup besar namun tetap kalah. “Itu salah satu faktor juga sudah keluar banyak modal kalah,” kata legislator asal Jawa Timur ini.
Harus Diapresiasi
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), Sukamto mengatakan banjirnya gugatan ke MK ini harus diapresiasi. Pasalnya, hal itu merupakan yang dijamin konstitusi.
“Saya lebih memberikan apresiasi gugatan ke MK, dari pada dia marah dan terjadi bentrokan. Itu namanya warga sadar hukum,” kata Sukamto.
Legislator asal Yogyakarta ini mengungkapkan, di daerahnya tersebut tidak ada hasil Pilkada yang digugat ke MK. Sebab, katanya, tidak terjadi pelanggaran yang berarti di 3 daerah yang laksanakan Pilkada di Yogyakarta.
Meski demikian, Sukamto berharap MK menjalankan tugasnya dengan adil dan bijaksana. Ia pun yakin MK bisa menjalankan hal itu.
“Saya yakin Pilkada ini MK bekerja apa adanya. Pilpres yang lebih besar saja MK apa adanya,” tegasnya.
Sebelumnya, MK telah menerima 82 permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada 2020, Senin (21/12/2020). Jumlah tersebut melonjak hampir dua kali lipat dibanding, Jumat (18/12/2020) sore. MK sebelumnya baru menerima sekitar 40 permohonan PHPU.
Dari jumlah permohonan itu, paling banyak terkait pemilihan bupati yakni sebanyak 74 permohonan PHPU, sementara pemilihan wali kota terdapat delapan permohonan.
Sejauh ini, dari sembilan pemilihan gubernur (pilgub) yang digelar pada Pilkada 2020, belum ada satu pun yang mengajukan permohonan PHPU ke MK.
Pilkada serentak 2020 pada 9 desember lalu digelar di 270 daerah yang terdiri dari 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
(Bie)