Jakarta, JurnalBabel.com – Pemerintah dan para pejabat lembaga ekonomi berharap Bank Syariah Indonesia (BSI) bisa menjadi game changer ekonomi dan keuangan syariah. Sehingga mampu meningkatkan inklusi dan literasi masyarakat terkait ekonomi syariah.
Mewakili pemerintah, Menteri BUMN mengatakan bahwa Indonesia terlambat menerapkan sistem ekonomi syariah. Padahal potensi Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, sangat besar. Apalagi melalui pembiayaan UMKM yang memiliki potensi sangat besar untuk digarap. Pemerintah maupun lembaga terkait perlu mendorong kinerja BSI agar mampu mencapai cita-cita tersebut.
Menanggapi harapan publik tersebut, anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, mengatakan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) merupakan hasil merger dari tiga bank syariah BUMN, yaitu PT Bank BRI Syariah Tbk., PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah. Pengoperasian BSI menjadi tonggak sejarah penting bagi perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia.
“BSI diharapkan mampu mengakhiri stagnasi pangsa pasar (market share) industry perbankan syariah nasional, yang dalam satu dekade terakhir hanya mampu berada pada kisaran 5 persen,” ujar Anis dalam keterangan tertulisnya, Kamis (18/3/2021).
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini menegaskan, ditengah kegembiraan tersebut, kita tetap harus melihatnya dalam perspektif yang kritis agar kebijakan ini bisa dioptimalkan.
“Jangan sampai keberadaan BSI hanya berubah wujud saja, dari tiga bank syariah menjadi satu bank tanpa ada perubahan yang signifikan. Terutama dalam meningkatkan literasi dan inklusi masyarakat terkait ekonomi Syariah,” tuturnya.
Selain itu, Anis menyarankan agar Pemerintah dan OJK tetap harus mengawal perkembangannya. “Bahkan menurut saya, BSI perlu mendapatkan insentif fiskal yang lebih signifikan,” katanya.
Dalam penilaian Anis yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), salah satu langkah yang bisa dilanjutkan oleh Pemerintah dalam mendorong Perbankan Syariah untuk lebih berkembang pasca merger, adalah segera mengeluarkan kebijakan insentif perpajakan.
Selama ini sudah terdapat perlakuan yang sama atau equal treatment dari regulator perpajakan terhadap perbankan syariah dan perbankan konvensional. Tetapi, Pemerintah juga mesti melihat bahwa terdapat perbedaan karakteristik antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional.
“Dengan adanya insentif fiskal akan bisa membuat Bank Syariah lebih efisien dan kompetitif. Jika Pemerintah membedakan perlakuan ini, kita berharap bisa meningkatkan literasi dan inklusi Bank Syariah yang masih rendah,” tegasnya.
Selain memberikan insentif perpajakan, Anis juga memberi saran agar Pemerintah dan DPR memperhatikan regulasi perbankan Syariah. UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah sudah cukup lama (13 tahun). “Perlu segera diamandemen,” katanya.
Banyak perubahan kondisi ekonomi dan keuangan yang perlu disesuaikan untuk mendorong perbankan Syariah untuk bisa berkembang. Perkembangan sistim IT pada dunia keuangan, akan sangat berpengaruh terhadap platform industri perbankan syariah. Selain itu, UU Perbankan Syariah sebaiknya terintegrasi dengan regulasi industry keuangan lainnya.
“Sehingga gagasan dalam membangun Sistim Keuangan Syariah yang terintegrasi bisa segera terwujud,” pungkasnya. (Bie)