Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi IX DPR, Ashabul Kahfi, meminta peninjauan ulang skema manfaat Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) agar lebih relevan dengan kebutuhan riil masyarakat di berbagai daerah.
Dalam pernyataannya, Ashabul Kahfi menyoroti ketimpangan nilai manfaat antara JKP dan JHT yang dinilai terlalu jomplang. Ia mencontohkan data di PT Sritex, di mana jumlah peserta klaim JHT dan JKP hampir setara, namun nominal manfaat yang diterima berbeda jauh.
“Saya lihat di Sritex misalnya, jumlah peserta klaim JHT dan JKP ini mirip jumlahnya tapi nominal manfaatnya ini sangat jomplang,” ungkap Ashabul dalam RDP Komisi IX DPR RI dengan DJSN, Dirut BPJS Ketenagakerjaan Dan Dewas BPJS Ketenagakerjaan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Ia menambahkan, batas maksimal manfaat JKP sebesar Rp5 juta per bulan selama enam bulan belum cukup untuk menopang kebutuhan dasar, terutama di daerah dengan biaya hidup tinggi seperti Jakarta.
“JHT dan JKP ini sangat jomplang nilai nominalnya. Artinya JKP ini belum cukup bantu pekerja yang baru saja kena PHK,” tegasnya.
Ashabul Kahfi pun mendorong pemerintah untuk segera mengevaluasi kembali skema manfaat JKP dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL) di masing-masing daerah, agar manfaat yang diberikan benar-benar berdampak dan mampu melindungi pekerja terdampak PHK secara lebih adil dan efektif.
“Oleh karena itu saya minta skema manfaat ini bisa ditinjau ulang. harus ada penyesuaian berbasis kebutuhan hidup layak di masing-masing daerah,” pungkasnya.