Jakarta, JurnalBabel.com – Pakar komunikasi politik, Hendri Satrio (Hensa), menilai Badan Pusat Statistik (BPS) perlu memberi penjelasan lebih rinci terkait rilis laporan perekonomian Indonesia tumbuh 5,12 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal II 2025.
Pasalnya, kata dia, rilis tersebut menuai kritik dari sejumlah pihak yang menilai angka itu tidak mencerminkan kondisi riil di lapangan. Belum lagi rilis itu lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 5,05 persen.
“BPS kasih angka 5,12 persen langsung menuai kritikan, seperti ada maksud asal Prabowo senang, apalagi 5+1+2=8, angka favorit Prabowo,” kata Hensa lewat akun X miliknya, Ahad (10/8/2025).
Disebutkan produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku tercatat sebesar Rp5.947 triliun, sementara atas dasar harga konstan mencapai Rp3.396,3 triliun.
Pendiri lembaga survei KedaiKopi itu pun berharap BPS jangan asal-asalan dalam bekerja.
“Mestinya peneliti lebih hati-hati dalam angka, harus ada penjelasan lebih jauh atas angka itu,” tambah Hensa.
Kritik juga datang dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) yang bahkan melayangkan surat resmi kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengaudit BPS.
CELIOS menilai penting bagi BPS menjaga independensi, transparansi, dan integritas data agar terhindar dari dugaan intervensi kepentingan politik.