Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR, Ongku Parmonangan Hasibuan, mempertanyakan maksud dan tujuan dari pernyataan Wakil Ketua DPR yang juga Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) untuk menghapus jabatan Gubernur. Pasalnya, dalam sistem tata kelola kenegaraan selama masih ada provinsi jabatan Gubernur harus tetap ada.
“Mungkin beliau maksud bukan Gubernurnya yang dihapus, perlu diklarifikasi lagi sama beliau. Dalam sistem ketatanegaraan, selama masih ada Provinsi ya harus ada Gubernur, mana bisa dihapuskan. Sama dengan Republik, kalau namanya Republik ya pimpinannya namanya Presiden,” jelas Ongku kepada wartawan, Kamis (2/2/2023).
Mantan Bupati Tapanuli Selatan ini pun menduga maksud dari pernyataan Cak Imin tersebut ialah agar pemilihan Gubernur tidak dilangsungkan kembali. Hal ini lantaran provinsi di dalam Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah bukan wilayah otonom kecuali untuk provinsi DKI Jakarta.
“Saya menduga yang beliau maksud adalah agar pemilihan Gubernurnya tidak usah ada, karena Propinsi kan dalam UU tentang Daerah bukan wilayah otonom, kecuali untuk DKI. Daerah-daerah lain kecuali DKI, wilayah otonomnya ada di Kabupaten atau Kota, sedangkan posisi Gubernur adalah sebagai perwakilan Pemerintah Pusat,” urainya.
Dengan demikian, tegas Ongku, jika memang Gubernur adalah perwakilan Pemerintah Pusat yang bukan otonom maka sebaiknya ditunjuk langsung saja oleh Presiden siapa yang menurutnya akan menjadi wakil perpanjangan tanganya di setiap Propinsi.
“Dengan demikian, tidak perlu pemilihan langsun oleh rakyat. Dan dengan demikian pula, DPRD Propinsi juga tidak perlu ada. Tentu dengan begitu akan lebih efisien. Semua rakyat di Indonesia adalah warga di suatu Kabupaten/Kota yang otonom, jadi rakyat tinggal memilih wakil-wakilnya di DPRD (Kabupaten/Kota), serta memilih pemimpin daerah otonomnya. Maka, lembaga legislatif tinggal ada dua, DPR (RI) dan DPRD (Kabupaten/kota),” paparnya.
Secara pribadi, lanjut Ongku, pemikiran tersebut menarik juga untuk dibahas dan didiskusikan lebih lanjut termasuk oleh komisi terkait di DPR.
“Namun tentu akan ada pro dan kontra. Sebaiknya mungkin ada dulu kajian dari lembaga pengkajian yang baik dan independen ya,” katanya.
Politisi Partai Demokrat ini mengakui, secara logis tentu langkah itu akan mengurangi biaya birokrasi, karena dinas-dinas provinsi tidak perlu ada lagi, cukup Kanwil-kanwIl menjadi jembatan dari Pusat ke Pemerintah Daerah atau kabupaten/kota.
“Namun saya fikir di parlemen akan menjadi perdebatan yang hangat bila ide ini diajukan. Akan banyak pendapat dari partai-partai politik,” pungkasnya.
Sebelumnya, Muhaimin Iskandar atau biasa Cak Imin menilai keberadaan gubernur tidak efektif. Dia mengusulkan nantinya, di pilkada, tidak ada pemilihan gubernur, melainkan hanya pemilihan bupati/wali kota.
“Tahap awal ditiadakan, target PKB ya tahap awal ditiadakan karena fungsi gubernur hanya sebagai sarana penyambung pusat dan daerah, itu tahap pertama. Jadi pilkada nggak ada di gubernur hanya ada di kabupaten/kota,” kata Cak Imin di sela Sarasehan Nasional Satu Abad NU di Sahid Hotel Senin (30/1/2023).
“Tahap kedua, ya ditiadakan institusi jabatan gubernur. Iya, tidak ada lagi gubernur,” imbuh dia.
Cak Imin mengatakan anggaran untuk gubernur besar. Namun, menurutnya, fungsi gubernur tidak efektif dan tidak mempercepat pembangunan.
“Iya, itu nanti (diusulkan ke pemerintah) tapi karena pada dasarnya fungsi itu terlampau tidak efektif, anggarannya besar, tapi tidak langsung tidak mempercepat,” pungkasnya. (Bie)