Jakarta, JurnalBabel.com – Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) di 2025 diprediksi terjadi pada 280 ribu tenaga kerja dari 60 perusahaan di sektor tekstil. Hal itu terjadi karena kenaikan pajak, pembatasan subsidi pemerintah hingga kenaikan premi BPJS.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat hampir 53 ribu tenaga kerja terkena PHK periode Januari – September 2024, dengan sektor industri pengelolaan sebagai penyumbang terbesar.
Terbaru, ada potensi 400 pekerja PT Sanken kehilangan pekerjaan karena akan berhenti beroperasi pada Juni 2025.
Jika PHK massal dibeberapa sektor tidak segera diantisipasi dan ditangani, akan berdampak buruk terhadap meningkatnya angka pengangguran, menurunnya daya beli masyarakat hingga tidak tumbuhnya perekonomian nasional.
Anggota Komisi IX DPR, Ashabul Kahfi, mendorong pemerintah segera melakukan langkah antisipasi terjadinya PHK massal di 2025 dengan memberi insentif khusus kepada perusahaan. Hal tersebut juga untuk mencegah terjadinya lonjakan angka pengangguran.
“Kita dorong nanti Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengundang pemilik perusahaan-perusahaan untuk mencarikan solusi yang relevan terkait potensi itu,” kata Ashabul Kahfi dikutip dari video di chanel youtube tvrparlemen, Senin (3/3/2025).
Politiei PAN ini pun mengharapkan, perusahaan-perusahaan tidak melakukan PHK dengan kondisi keuangan perusahaan yang tidak baik.
“Tentu kita harapkan pemerintah memberikan solusi antara lain dengan keringanan. Mungkin dengan bentuk insentif atau keringanan beban pajak, sehingga perusahaan mereka bisa meminimalisir dan sedapatkan mungkin tidak ada PHK,” ujarnya.
Saat ini pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Penyelenggaran Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Regulasi ini mengatur skema perlindungan bagi pekerja yang mengalami PHK untuk bisa mendapat uang tunai 60 persen dari upah untuk paling lama enam bulan. (Bie)