Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Mohamad Muraz, setuju dengan adanya dukungan dari PDIP dan PKB merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Namun ia tidak sependapat dengan catatan kedua parpol pendukung pemerintah itu bahwa revisi UU Pemilu tanpa mengubah jadwal pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di 2024. Fraksinya di DPR lebih ingin Pilkada serentak di majukan ke 2022 dan 2023 seperti yang tercantum dalam draf RUU Pemilu usulan Komisi II DPR.
Muraz berargumen apabila jadwal Pilkada di 2024 tidak diubah seperti yang diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, maka pengalaman buruk pada Pemilu 2019, dimana banyak surat suara terbuang akibat pemilih atau masyarakat terfokus pada Pemilihan Presiden (Pilpres) dibandingkan Pemilihan Legislatif (Pileg), kembali terulang.
Padahal hal itu menurutnya menyebabkan kompleksitas Pemilu dengan 5 kotak suara. Yakni, Pilpres, pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan DPD.
“Kalau sekarang pemerintah atau partai pendukung pemerintah menyetujui UU Pemilu di revisi dengan berbagai faktor, saya sependapat. Karena banyak masalah di UU Pemilu ini,” kata Muraz.
Selain itu, lanjutnya, UU Pemilu perlu di revisi untuk mensinkronkan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU-XVII/2019 terkait model keserentakan Pemilu.
Lebih jauh mantan Wali Kota Sukabumi ini mengusulkan dengan adanya dua versi UU terkait Pemilu, yakni UU Pilkada dan UU Pemilu, mengapa tidak dibuatkan Omnibus Law UU Pemilu seperti yang diterapkan pemerintah dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja. Ditambah ada pernyataan dari pemerintah bahwa enggan merevisi UU Pemilu karena tidak baik setiap lima tahun sekali UU terkait Pemilu di revisi.
“UU Pilkada itu tahun 2016, UU Pemilu 2017. UU Pilkada lebih lama dibandingkan UU Pemilu. Kenapa tidak sekaligus dibuat satu UU (Omnibus Law-red), yakni UU Pemilu yang didalamnya menyangkut berkaitan dengan Pilpres, Pileg, dan Pilkada,” jelasnya kepada jurnalbabel.com, Rabu (24/2/2021).
“Kita kan dengan berbagai UU saja sudah digabungkan dengan UU Omnibus Law kemarin. Kenapa yang ini menyangkut hak-hak rakyat dalam memilih pemimpin kita satukan saja,” tambahnya.
Muraz memahami semua partai politik ada kepentingan di Pilkada dan Pemilu. Namun, tegasnya, yang harus didahulukan adalah kepentingan bangsa, negara dan rakyat secara umum.
“UU Pemilu ini menyangkut hak-hak rakyat secara jelas dalam memilih pemimpin dan wakil rakyat yang harus dia pilih secara baik. Dan kewajiban kita selaku partai politik, wakil rakyat, pemerintah, untuk gelar Pemilu yang lebih baik untuk wujudkan masyarakat Indonesia yang lebih baik,” paparnya.
Dialog dan Survei
Muraz juga menyarankan kepada DPR maupun Pemerintah untuk berdiskusi dan minta pendapat kepada cendikiawan, akademisi, ahli, tokoh masyarakat, agama, tentang Pemilu serentak 2024 ini. Setelah itu lakukan survei kepada masyarakat.
“Apakah masyarakat bersedia melakukan Pemilu dengan 5 kotak disusul di tahun yang sama dengan Pilkada,” katanya.
Menurutnya, survei juga perlu dilakukan terkait masih adakah masyarakat yang bersedia menjadi anggota KPPS dengan pengalaman pemilu 2019, dimana beban berat di anggota KPPS yang menyebabkan lebih dari 800 orang meninggal dan lebih dari 5000 orang sakit akibat kelelahan.
“Nah sekarang dengan pemilu serentak 2024 tentu lebih berat lagi bebannya,” pungkasnya. (Bie)https://tirto.id/cara-ubah-jpg-ke-jpeg-online-untuk-daftar-prakerja-gelombang-12-gazn