Jakarta, JurnalBabel.com – Langkah Kementerian Keuangan dalam membentuk dua direktorat jenderal baru, yakni Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) serta Direktorat Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan (DJSPSK), patut diapresiasi. Hal itu merupakan bagian dari respon strategis terhadap dinamika global yang kian kompleks.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak di Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Ia mengungkapkan, pembentukan dua Ditjen baru ini merupakan amanat langsung dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
“Saya memandang hal ini sebagai cerminan keseriusan pemerintah dalam memperkuat fondasi ekonomi nasional,” ujarnya.
Dengan tanggung jawab besar dalam menyusun strategi makroekonomi dan mengoordinasikan penguatan sektor keuangan, kehadiran DJSEF dan DJSPSK diharapkan menjadi jawaban atas berbagai tantangan masa kini.
Mulai dari ketegangan geopolitik dan perlambatan ekonomi global, hingga transformasi digital, perubahan iklim, serta disrupsi teknologi.
Kedua eselon 1 ini tidak hanya melengkapi struktur kelembagaan Kementerian Keuangan, namun juga memperluas kapasitas negara dalam menjaga stabilitas fiskal dan memperdalam sektor keuangan nasional secara berkelanjutan.
“DJSEF memiliki mandat krusial dalam merumuskan kebijakan fiskal yang inklusif, stabil, dan efisien, berbasis pada data dan bukti empiris,” ungkapnya.
Saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI Senin (14/7/2025) lalu, dalam Rencana Kerja Tahun 2026, DJSEF menargetkan serangkaian output strategis.
Hal itu mencakup kajian insentif pajak untuk sektor sumber daya alam, reformasi fiskal berbasis evidence, serta pemetaan dampak kecerdasan buatan (AI) terhadap pasar tenaga kerja.
Namun demikian, penting untuk memastikan bahwa hasil kajian tersebut tidak berhenti sebagai dokumen teknokratik, melainkan benar-benar diinternalisasi dalam proses penyusunan APBN dan menjadi bagian dari kebijakan pembangunan yang konkret dan terukur.
“Sebagai mitra kerja pemerintah, kami mendorong DJSEF untuk lebih menguatkan fungsi diplomasi ekonomi yang telah dijalankan melalui keterlibatan aktif dalam G20, OECD, dan penyusunan Climate Budget Tagging (CBT),” tegas Amin.
Diplomasi ekonomi tidak boleh hanya berhenti pada representasi simbolik, tetapi harus berdampak langsung pada perluasan akses pasar, peningkatan investasi, serta penguatan posisi fiskal Indonesia di mata dunia.
Di sisi lain, DJSPSK memainkan peran penting dalam menjaga ketahanan sistem keuangan nasional dan mendukung pendalaman sektor keuangan yang lebih terdiversifikasi.
Data dari Otoritas Jasa Keuangan menunjukkan bahwa meskipun total aset sektor keuangan telah mencapai Rp16.131 triliun pada 2024, struktur sektornya masih timpang dengan dominasi perbankan mencapai 78%.
“Untuk itu, DJSPSK diharapkan mampu mendorong pertumbuhan sektor keuangan non-bank seperti dana pensiun, asuransi, dan pembiayaan jangka panjang lainnya sebagai sumber modal pembangunan,” kata Wakil Ketua Fraksi PKS itu.
Kinerja DJSPSK sepanjang semester pertama 2025 mencerminkan keseriusan dalam menyusun berbagai regulasi turunan UU P2SK.
Serta memperkuat koordinasi dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), hingga peluncuran platform Financial Reporting Single Window (FRSW) dan Sistem Informasi Penilaian Nasional (SIPN).
Meski demikian, penguatan kapasitas SDM, interoperabilitas sistem pengawasan, dan indikator efektivitas tetap menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan. Agar kebijakan tidak sekadar reaktif, tetapi mampu menciptakan sistem keuangan yang resilien dan adaptif terhadap krisis.
Komisi XI DPR RI menekankan bahwa baik DJSEF maupun DJSPSK harus memastikan pengelolaan anggaran yang transparan dan akuntabel.
Pagu indikatif DJSPSK sebesar Rp87,53 miliar untuk tahun 2026 harus difokuskan pada kegiatan yang berdampak, mulai dari formulasi kebijakan, diplomasi keuangan, kajian strategis, hingga edukasi publik.
“Evaluasi berbasis outcome harus dijadikan standar, bukan hanya pelaporan administratif semata,” kata Amin.
Selain itu, diperlukan pula asesmen kelembagaan dan penguatan kapasitas lintas unit, termasuk pengembangan sistem kolaborasi yang mampu menjembatani kerja sama lintas eselon dan antar-Kementerian/Lembaga.
Sinergi ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang dirumuskan benar-benar terintegrasi dan tidak berjalan sendiri-sendiri.
“Kami berharap DJSEF dan DJSPSK menjadi motor penggerak ekonomi nasional yang tangguh, berkelanjutan, dan inklusif. Di tengah ketidakpastian global, Indonesia memerlukan institusi yang mampu tidak hanya merespons krisis, tetapi juga memimpin arah pembangunan fiskal dan keuangan ke depan dengan visi jangka panjang yang jelas dan eksekusi yang nyata,” lanjutnya.
Dengan struktur kelembagaan baru ini, kita punya peluang besar untuk mewujudkan ekonomi Indonesia yang lebih stabil, berdaya saing, dan berkeadilan.
“Tantangannya besar, tetapi momentum reformasi ini harus kita kawal bersama agar menghasilkan perubahan yang substansial dan menyentuh kehidupan rakyat secara langsung,” pungkasnya.