JurnalBabel.com – Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI melakukan kunjungan lapangan ke Kudus, Jawa Tengah, Selasa (7/6/2022), dalam rangka penelaahan pengelolaan cukai hasil tembakau sebagai tindak lanjut dari laporan hasil pemerikasaan BPK RI.
Rombongan melakukan kunjungan ke PT.Djarum Kudus serta menggelar rapat dengan kepala kantor Direktorat Jendral Bea Cukai Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus. Turut serta dalam kunjungan lapangan ini, wakil ketua BAKN, Anis Byarwati, yang memberikan beberapa catatan.
Anggota komisi XI DPR RI ini menyoroti data BPS tentang angka kemiskinan di Kabupaten Kudus. BPS mencatat pada tahun 2021 angka kemiskinan di kabupaten Kudus sebesar 7,60%. Meningkat dibanding tahun 2020 yaitu sebesar 7,31%.
Angka ini termasuk kecil dengan kemungkinan sebagiannya terbantu oleh industri rokok karena menyerap tenaga kerja. Pemasukan cukai tembakau sendiri menjadi penopang terbesar dari pemasukan cukai nasional yaitu sebesar 95%.
Anis mengatakan hal ini menjadi dilema yang tak pernah usai. “Di satu sisi industri rokok sangat diharapkan pemasukannya, namun di sisi lain memiliki kontradiksi dengan unsur kesehatan,” katanya.
Selain itu, legislator dari Fraksi PKS ini menegaskan bahwa seharusnya pemerintah selayaknya membuat peraturan yang lebih adil kepada industri rokok dengan memberikan pembinaan yang baik.
“Saya sangat miris mendengar laporan dari pihak pengelola industri rokok yang merasa tidak pernah mendapatkan bimbingan ataupun edukasi dari pemerintah. Sementara Direktorat Jendral Bea Cukai digesa dan dievaluasi jika ada penurunan pendapatan cukai tembakau. Kurangnya pembinaan, menjadi satu hal yang perlu dicermati,” tegas Anis.
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini juga menekankan perlunya Direktorat Jendral Bea Cukai memiliki antisipasi atas temuan BPK tentang adanya pita cukai palsu. Beredarnya cukai palsu tentu akan berpengaruh pada pendapatan negara karena dipastikan cukai palsu tidak akan masuk ke dalam pendapatan negara.
“Oleh karena itu, Direktorat Jendral Bea Cukai perlu memiliki antisipasi dan sikap yang telah disiapkan jika kasus cukai palsu ini terus ditemukan,” ujarnya.
Dalam pertemuan ini, Pemda Kabupaten Kudus juga menyampaikan bahwa keberadaan industri rokok di daerahnya menguntungkan, karena menyerap tenaga kerja. 30% penduduk di Kudus, bekerja pada insutri rokok.
Yang kedua, dampak untuk pembangunan di Kudus dinilai cukup bagus. Perusahaan rokok membantu pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat seperti pembuatan gapura sebagai gerbang memasuki kota Kudus yang berada di perbatasan dengan daerah lain dan juga pembangunan taman-taman kota.
Sementara kerugiannya adalah pencemaran lingkungan dan polusi udara. Seperti yang dikeluhan oleh warga mengenai munculnya bau tidak sedap dari pabrik rokok diwaktu-waktu tertentu sebagai reaksi bahan kimia yang dicampurkan dengan tembakau. Bayi-bayi yang lahir di Kudus juga diprediksi lebih rentan mengalami penyakit paru atau flek.
Menanggapi pernyataan Pemda Kudus mengenai kebingunan dalam pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Tembako (DBHCT) yang peruntukannya diatur oleh Undang-undang dan dirasa tidak flekibel, politisi senior PKS ini menyarankan agar Pemda Kudus mencontoh daerah-daerah lain yang memanfaatkan dana ini untuk bidang Kesehatan.
“Hal ini menjadi catatan bagi kami agar ke depan, pemerintah memberikan peraturan yang lebih fleksibel kepada Pemda dalam pemanfaatan DHBCT. Sebagai informasi, pemerintah daerah lain memanfaatkannya untuk kesehatan, misalnya dengan membangun Rumah Sakit Paru. Dan Pemda Kudus dapat mencontoh pemanfaatan tersebut,” pungkasnya. (Bie)