Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi III DPR, Santoso, meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menghapus sentimen agama dalam pemberantasan terorisme di tanah air.
Pasalnya, kata Santoso, berdasarkan keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 15 Maret 2022 tentang dihapuskannya Islamophobia, hal tersebut merupakan bentuk rasisme dan diskriminasi agama.
“Untuk itu saya ingin kedepan BNPT tidak menyasar lagi lembaga-lembaga keagamaan, terutama Islam yang selalu diorientasikan pada hal-hal terorisme,” kata Santoso dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Kepala BNPT di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/2/2023).
Santoso juga berharap organisasi-organisasi yang diduga terafiliasi pada kegiatan-kegiatan terorisme agar benar-benar dibubarkan, dihapuskan, tidak ada lagi di Indonesia.
“Untuk itu peran BNPT sangat dibutuhkan dalam rangka menghilangkan organisasi-organisasi ini,” ujarnya.
BNPT mencatat sejauh ini terdapat tiga kelompok yang dikategorikan sebagai teroris. Di antaranya, Jamaah Ansharud Daulah, Al Jamaah Al Islamiyyah dan Kelompok Krimimal Bersenjata pimpinan Egianus Kogoya yang ada di Papua.
Selain itu, politisi Partai Demokrat ini juga meminta BNPT untuk meninjau ulang langkah strategis penanggulangan terorisme yang dibuat oleh BNPT pada poin revitalisasi nilai-nilai Pancasila.
Santoso tidak menginginkan Pancasila hanya dijadikan objek untuk menyelenggarakan kegiatan, tetapi penggunaannya tidak tepat sasaran. Peninjauan ini juga diusulkan karena sudah banyak lembaga yang juga menggunakan Pancasila sebagai programnya seperti MPR dan BPIP.
“Jangan pancasila ini hanya dijadikan objek untuk menyelenggarakan kegiatan, agar revitalisasi yang dilakukan ini tidak semau-maunya. Apa yang menjadi konsepsi dari BNPT karena nanti akhirnya ideologi negara bingkainya itu sesuai dengan lembaga masing-masing. Itu yang harus dihindari,” jelasnya.
Santoso juga menghimbau agar fokus BNPT tidak hanya pada pencegahan terorisme, tetapi juga pada tindakan negara terhadap mantan narapidana terorisme. Ia pun menyayangkan kasus bom bunuh diri yang dilakukan oleh Agus Sujatno di Astanaanyar harus terjadi.
Legislator asal DKI Jakarta itu menilai bahwa ada urgensi kehadiran negara dalam memberikan jaminan kehidupan kepada mantan narapidana terorisme.
“Ini menurut saya kenapa terorisme dan orang-orang pelakunya tidak lepas dari tindakan-tindakan yang kita nilai salah. Tetap mereka lakukan karena tidak ada kepedulian dari negara. Tidak ada kepedulian dari pemerintah, dalam hal ini BNPT. Jadi negara harus hadir,” pungkasnya.
(Bie)