Jakarta, JurnalBabel.com – Anggota Komisi II DPR, Mohamad Muraz, meminta perlu diatur lebih tertib keberadaan survei dan quick count atau hitung cepat pada Pemilu serentak 14 Februari 2024. Pasalnya, memberikan dampak polarisasi, fitnah di masyarakat.
“Jadi satu sama lain saling bermusuhan karena quick count itu bisa terjadi,” kata Muraz dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan Ketua KPU, Bawaslu, DKPP, Sekjen Kemendagri, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/10/2022).
Muraz mengungkapkan polarisasi dan fitnah itu paling besar terjadi pada Pemilihan Presiden (Pilpres). Sebab itu, tegas dia, keberadaan survei dan quick count ini perlu diatur lebih tertib dan lebih baik.
Politisi Partai Demokrat ini juga menyoroti masalah pendaftaran pemilih Pemilu. Menurutnya, hal itu masalah klasik yang terjadi setiap Pemilu. Misalnya, belum terdaftar, yang mempunyak hak suara tercecer, yang meninggal masih tercantum dan sebagainya.
“Oleh karena itu saya minta KPU benar-benar kerjasamanya dengan Dukcapil harus lebih ditingkatkan,” ujarnya.
Masalah lainnya terkait rekruitmen dari tenaga yang akan melakukan pemutakhiran data pemilih atau pantarlih. “Apakah KPU merekrut sendiri atau tetap pola lama cukup pak RT dan sebagainya,” kata Muraz mempertanyakan.
Muraz juga mengatakan Pemilu terutama Pemilihan Legislatif (Pileg), terjadi mobilisasi massa atau perpindahan penduduk yang tiba-tiba dari kabupaten ke kota.
“Apalagi yang kabupatennya kecil, disitu saudaranya nyalon, dipindahin terus. Di kota saya saja di Sukabumi, kalau orang dapat 1500 suara, sudah jadi anggota DPRD. Ini bagaimana mengatasi itu?” kata mantan Wali Kota Sukabumi ini.
Atas masalah yang dipaparkan diatas, Muraz meminta pengawasan Bawaslu lebih diperkuat. “Karena masih terjadi juga orang sudah terdaftar tapi formulir C6 tidak ada. Atau ada indikasi diduga orang sudah dapat C6 tapi tidak hadir di TPS ternyata ada yang mencobloskan,” pungkasnya. (Bie)